Sebagai mahasiswi tingkat akhir, Hanum (bukan nama asli) dan teman-temannya diwajibkan mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang menjadi salah satu prasyarat kelulusan mereka. Kebetulan, Hanum mengenyam bangku kuliah di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di salah satu universitas Islam di kota tersebut.
Berbeda dengan kota-kota besar seperti Jakarta, mahasiswa di Yogyakarta diberikan dua pilihan tugas akhir sebelum mengambil skripsi yaitu, KKN dan magang. Setelah melewati diskusi panjang, Hanum dan teman-temannya memutuskan untuk mengambil KKN.
Berbagai persiapan pun telah dilakukan dengan matang. Mulai dari mengumpulkan anggota, melakukan survei lokasi, dan menyusun program yang hendak dilakukan selama proses KKN berlangsung.
Setelah mengikuti acara pelepasan, tepat pada pertengahan tahun 2014, Hanum dan 8 temannya berangkat ke sebuah desa yang berada di perbatasan Klaten dan Solo, Jawa Tengah.
Mendapat rumah besar di tengah kebun pisang
Seperti mahasiswa KKN pada umumnya, setelah sampai di lokasi, Hanum langsung disambut hangat oleh Kepala Dukuh, sebut saja Sugeng. Mereka juga diperkenalkan dengan penduduk desa lainnya.

Meski lokasi KKN berada di pedesaan, lokasinya ternyata tidak terlalu jauh dengan pusat keramaian. Pada awalnya, Hanum mengaku semua program berjalan sesuai rencana, mereka pun diterima dengan baik oleh penduduk setempat.
Mengingat mereka harus menetap selama kurang lebih 1 bulan, Pak Sugeng secara inisiatif memberikan tempat tinggal berupa rumah kosong, milik salah satu juragan tanah di desa tersebut.
Meski kondisinya tidak terawat, rumah ini terbilang luas sehingga dapat menampung seluruh anggota KKN. Hari pertama mereka manfaatkan untuk membersihkan rumah dari debu dan jaring laba-laba yang tersebar di seluruh penjuru ruangan.
"Rumahnya gede banget. Di tengah rumah ada ruangan lapang, tapi ada dua kamar yang jarang dibuka karena katanya untuk tempat penyimpanan (gudang) orang-orang di desa ini," tutur Hanum saat dihubungi Okezone via sambungan telefon, Kamis, 5 September 2019.
Namun ada satu masalah yang mengganjal di hati dan pikiran Hanum. Suasana rumah itu terasa sangat hening di malam hari. Jarang sekali dilewati penduduk desa. Bahkan, untuk mengunjungi rumah tetangga, mereka harus melewati kebun pisang yang berada di sisi kiri dan kanan rumah.
Tidak hanya itu, selayaknya rumah-rumah di pedesaan, bagian dapur dan kamar mandi terpisah dengan ruangan utama. Dapur di rumah ini memang sudah menggunakan beton dan semen, namun atapnya masih memanfaatkan genteng yang terbuat dari tanah liat.
Satu-satunya hiburan mereka adalah hamparan sawah hijau nan asri yang berada tepat di depan rumah.
"Di belakang rumah ada rumah juga. Tapi katanya banyak yang takut lewat di situ. Jadi kalau malam, benar-benar sepi dan hening. Hanya ada suara jangkrik dan kepakan sayap laron yang mengitari lampu penerangan," ungkap Hanum.
Gangguan mulai berdatangan
Beberapa hari setelah menempati rumah tersebut, Hanum mengaku bisa tidur nyenyak dan merasa aman. Sampai pada suatu ketika, salah satu tetangga di dekat rumah mereka meninggal dunia. Dari sinilah gangguan datang silih berganti.
"Lupa hari ke berapa tetangga ada yang meninggal jadi kita full bantuin seharian," tegas Hanum.

Sebagai pendatang, ia dan teman-temannya berinisiatif datang melayat dan membantu menyiapkan segala keperluan, termasuk menyediakan persediaan camilan.
Namun di pertengahan hari, Hanum dan kedua temannya memutuskan kembali ke rumah untuk beristirahat. Saat sedang asyik merebahkan badan di ruangan tengah, salah satu teman perempuannya (Rindy) masuk dalam kondisi wajah yang pucat.
Merasa ada yang janggal, Hanum pun bertanya kepada temannya tersebut.
"Aku tanya 'kamu kenapa?', dia cuma bilang, 'tolong panggilin salah satu temen KKN aku yang cowok'. Aku panik, karena feeling aku pasti ada sesuatu nih," kata Hanum.
"Tapi aku berusaha untuk tidak memperkeruh keadaan. Aku minta tolong temanku untuk bantu panggil, tapi jangan sampai bikin ribut karena teman cowokku itu lagi bantu-bantu di rumah duka," tambahnya.
Namun tak berapa lama kemudian, Rindy tiba-tiba ambruk dan menangis tersedu-sedu seperti sedang kesakitan. Sadar temannya kesurupan, ia hanya bisa membantu berdoa hingga bala bantuan tiba.
Teman pria yang dimaksud ternyata sangat paham dengan hal-hal berbau mistis seperti ini. Kebetulan, dia juga merupakan anggota KKN yang diketahui paling dekat dengan agama.
"Pas teman aku yang cowok itu datang, langsung diobatin tapi temanku yang kesurupan malah tambah keras teriakannya. Dia baru bisa ditenangin itu kurang lebih 15 menit-an. Kita enggak sempat nanya-nanya karena memang langsung diobati (didoakan)," ujar Hanum.
"Tapi kata teman cowokku, Rindy kerasukan emang karena sensitif dan lagi capek. Jadi dia sempat paspasan dengan makhluk halus dan akhirnya kesurupan," timpalnya.
Kesurupan berulang kali hingga menghebohkan desa
Setelah kejadian kesurupan yang pertama kali, Hanum mengira bahwa ia dan teman-temannya sudah aman dari gangguan makhluk halus. Namun, mereka salah besar.
Beberapa hari kemudian, Rindy lagi-lagi kesurupan, dan kali ini sampai menghebohkan satu desa. Mereka dibuat bingung karena makhluk halus yang memasuki tubuh Rindy tidak mau berbicara sama sekali.
"Kejadian kedua itu heboh banget karena keluarnya cukup lama. Ditanya juga enggak mau jawab. Sampai warga desa pada datang. Akhirnya setelah hampir setengah jam baru keluar," beber Hanum.
Buntut dari kejadian tersebut, Kepala Dukuh meminta agar Hanum dan teman-temannya tidur dalam satu ruangan. Sebelumnya, kamar pria dan wanita memang sengaja dipisahkan.
Mereka juga diminta untuk tidak membahas segala hal berbau mistis sampai KKN selesai. Pasalnya, beberapa penduduk desa mengatakan, "jangan bahas 'mereka' di tempat 'mereka' berada". Sama seperti manusia, makhluk halus juga tidak suka digosipin. Selain itu, rasa takut juga bisa jadi memancing 'mereka'.
Misteri pun terjawab
Jelang hari-hari terakhir KKN, seluruh program telah selesai dilaksanakan. Alhasil, Hanum dan teman-temannya lebih banyak bersantai di dalam rumah.
Kala itu, mereka menonton film hingga tengah malam dari laptop milik Hanum. Namun tiba-tiba, mereka dibuat terkejut ketika mendengar lemparan batu kerikil dari luar jendela.
"Anak cowok reflek keluar buat cari tahu siapa yang lempar, tapi enggak ada orang. Dan di kiri kanan rumah itu kebun pisang. Kita semua langsung terdiam, dan akhirnya aku bilang sama teman-temanku, 'udah yuk pada tidur, kita udah ditegur'," tutur Hanum.
Dua hari kemudian, Hanum dan teman-temannya pamit undur diri kepada Kepala Dukuh dan penduduk desa. Rindy yang pernah menjadi korban kesurupan mengatakan ingin menceritakan sesuatu, setelah semuanya sampai di Yogyakarta.
"Jadi kata Rindy, tetangga aku yang sempat berduka bilang kalau rumah yang kami tempati itu memang angker. Penduduk desa sering melihat makhluk halus (semacam kuyang) beterbangan di atas rumah kami. Tapi mereka tutup mulut, khawatir kita ketakutan," jelas Hanum.
"Ketua KKN aku juga sempat diganggu. Waktu itu dia masuk ke rumah dan berpapasan dengan salah satu temanku. Dia langsung sapa, tapi temanku itu diam aja. Eh, pas ketuaku keluar rumah, temanku yang disapa tadi lagi nyebats (merokok) di luar," pungkasnya.
(Utami Evi Riyani)