Maharani menuturkan sesuai petunjuk terbaru dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) cara tepat menghindari kefatalan dari gigitan ular adalah dengan tidak menggerakkan bagian tubuh yang digigit. Cara penanganannya seperti pada penanganan korban patah tulang.
Anggota tubuh yang digigit diimpit menggunakan bambu, kayu, kardus, atau benda lainnya yang tidak mudah bengkok. “Kalau bergerak-gerak justru bisa ular menyebar. Kalau sudah seperti itu artinya sudah sistemik dan harus butuh antibisa ular,” ungkap Maharani.
Setelah membuat anggota tubuh yang digigit tidak bergerak, Maharani menjelaskan selama 48 jam kondisi korban harus dipantau. “Setelah 48 jam kalau tidak ada dampak dari gigitan artinya sudah aman. Namun, ketika ada pendarahan, mimisan, kencing darah, atau berak darah, korban harus langsung dibawa ke rumah sakit guna mendapatkan obat antibisa ular,” urai dia.
Maharani menjelaskan obat antibisa ular di Indonesia hanya untuk penanganan gigitan tiga jenis ular yakni kobra, ular tanah, serta ular welang. Sementara jenis ular berbisa di Indonesia ada 76 jenis dari total 358 jenis ular di dunia.
“Antibisa untuk jenis ular lainnya itu di Indonesia belum punya seperti untuk ular king kobra serta ular hijau. Antibisa ularnya harus impor. Makanya perlu ada pemahaman penanganan awal ketika digigit ular berbisa dengan cara tidak menggerakkan anggota tubuh tadi,” ungkapnya.
[Baca Juga: Racun Ular Langka Ini Ternyata Bisa Jadi Obat]