KASUS penangkapan artis Jennifer Dunn karena penyalaghunaan obat terlarang mengungkapkan sebuah fakta. Dirinya terbukti mengonsumsi obat jenis amfetamin. Sebenarnya, obat ini memang seringkali digunakan dalam dunia kedokteran karena memiliki sejumlah manfaat.
Melansir Medical News Today, Rabu (3/1/2018), amfetamin merupakan zat yang berperan sebagai stimulator untuk sistem saraf pusat. Dokter sering menggunakan obat tersebut untuk mengobati beberapa kondisi medis seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Hanya saja penggunaannya memang harus dengan resep dokter karena bisa menyebabkan kecanduan.
Cara kerja amfetamin adalah mengaktifkan reseptor di otak dan meningkatkan aktivitas sejumlah neurotransmiter, terutama norepinefrin dan dopamin. Maka tak heran bila penggunaan obat ini dapat pula menghasilkan perasaan euforia karena dopamin dikaitkan dengan kesenangan, gerakan, dan perhatian. Efek itulah yang membuat obat ini digunakan untuk mengatasi ADHD dan depresi.
(Baca Juga: Ini Efek Menakutkan Metamfetamin, Narkoba yang Dikonsumsi Jennifer Dunn)
Selain itu, obat ini terbukti dapat memperbaiki perkembangan otak dan pertumbuhan saraf pada anak-anak dengan ADHD. Pengobatan dapat mencegah terjadinya perubahan fungsi dan struktur otak yang tidak diinginkan. Terlebih pada orang yang memiliki ADHD, mereka memerlukan stimulan.
Akan tetapi, amfetamin tidak dapat digunakan dalam pengobatan jangka panjang. Alasannya karena obat ini dapat memengaruhi perkembangan otak, mencegah pertumbuhan fisik, dan meningkatkan risiko penyalahgunaan obat. Banyak pula efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat ini. Mulai dari efek pada tubuh hingga psikologis.
(Baca Juga: Beda Gejala Serangan Jantung yang Dialami Pria dan Wanita)
Efek samping yang terjadi antara lain gangguan tekanan darah, Fenomena Raynaud atau penurunan aliran darah ke ekstremitas, disfungsi ereksi, detak jantung yang lebih cepat, sakit perut, kehilangan nafsu makan, mual, penurunan berat badan, jerawat, ruam, gatal-gatal, penglihatan kabur, mulut kering, kehilangan gigi, mimisan, hidung tersumbat, keringat berlebih, dan susah buang air kecil.
Dalam tingkat yang lebih parah, obat ini dapat meningkatkan risiko kejang, penyakit kardiovaskular seperti stroke, penurunan kemampuan kognitif, kerusakan otot, dan kekurangan gizi. Sementara itu, efek psikologis yang ditimbulkan adalah peningkatan kewaspadaan, paranoid, kecemasan , mudah tersinggung, gelisah, perubahan suasana hati, insomnia, serta gejala depresi.
(Utami Evi Riyani)