Sarah juga mulai mengenalkan sleep training kepada anaknya. Namun, bukan dengan metode ekstrem yang membiarkan anak tidur sendiri hingga menangis berjam-jam. Ia lebih memilih pendekatan bertahap dan penuh perhatian.
“Awalnya jangan terlalu dipaksakan. Butuh kesabaran ekstra. Jadi aku berikan dia waktu khusus untuk belajar tidur sendiri. Nantinya dia akan terbiasa dan nyaman,” jelasnya. Baginya, setiap anak unik dan orang tua perlu belajar mengenali kebutuhan anak secara perlahan, bukan dengan meniru metode orang lain secara mentah.
Peran Suami dan Dukungan Orangtua
Menjalani peran sebagai ibu sambil bekerja tentu akan terasa berat jika tidak memiliki dukungan yang kuat. Sarah mengakui bahwa peran suami dalam keseharian sangat krusial. “Itu big support system aku. Untuk menjaga mental aku agar tetap waras. Agar aku tidak merasa kehilangan identitas,” katanya dengan jujur.
Dukungan emosional dari pasangan membuat Sarah merasa tidak sendiri. Di tengah segala rutinitas baru, ia bisa tetap menjadi dirinya, bukan hanya seorang ibu, tapi juga perempuan dengan impian dan tujuan hidup yang tetap hidup.
Bukan hanya dari suami, Sarah juga merasa beruntung mendapat dukungan dari keluarga, termasuk orang tua. Mereka menjadi penjaga semangat saat ia merasa lelah, juga pengingat bahwa semua ini adalah bagian dari proses menjadi orang tua yang kuat dan penuh cinta.
“Sebulan dua bulan memang enggak bisa me time. Jadi butuh dukungan dari suami dan orang-orang dekat termasuk orangtua aku,” tambahnya. Me time bagi Sarah bukanlah pelarian, melainkan waktu untuk mengisi ulang energi agar bisa memberikan yang terbaik untuk anak dan diri sendiri.
(Rani Hardjanti)