Kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren di Lombok kembali mencuat ke publik.
Salah satu kasus terbaru melibatkan seorang ustaz berinisial AF di Wilayah Lombok Barat, yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 22 santriwati.
Menariknya, keberanian para korban untuk melapor disebut terinspirasi dari serial Malaysia berjudul Bidaah. Bagaimana bisa? Berikut kronologinya, dirangkum Okezone dari berbagai sumber, Rabu (23/4/2025).
Sebagai informasi, serial Bidaah belakangan cukup viral di media sosial dan menampilkan tokoh Walid, seorang pemimpin spiritual yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk melecehkan perempuan .
Menurut Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) Provinsi Nusa Tenggara Barat, dugaan pelecehan seksual oleh AF terjadi sejak tahun 2016 hingga 2023. Dari 22 korban yang tercatat, sebagian besar merupakan alumni pondok pesantren tersebut.
Modus yang digunakan pelaku termasuk menjanjikan "keberkatan" pada rahim korban agar dapat melahirkan anak-anak yang akan menjadi wali, sebuah bentuk manipulasi psikologis yang memanfaatkan relasi kuasa dan kedekatan spiritual.
Serial Bidaah menampilkan karakter Walid, seorang pemimpin spiritual yang karismatik namun menyalahgunakan posisinya untuk melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan.
Kisah ini menggambarkan bagaimana pelaku menggunakan doktrin agama dan relasi kuasa untuk memanipulasi korban.
Serial ini menjadi viral di media sosial, khususnya TikTok dan Instagram, dan telah memicu diskusi luas tentang kekerasan seksual di lingkungan keagamaan.
Kepolisian setempat telah menerima lima laporan terkait kasus ini dan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Langkah-langkah yang diambil termasuk meminta klarifikasi dari semua pihak terkait dan melakukan olah tempat kejadian perkara di lingkungan pondok pesantren .
Kasus ini bukan yang pertama terjadi di Lombok. Sebelumnya, pada Desember 2024, pimpinan Pondok Pesantren HF di Kecamatan Lembar, Lombok Barat, bersama anaknya dan seorang ustaz lainnya, ditahan atas dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap empat santriwati.
Modus yang digunakan termasuk meminta korban menjaga anggota keluarga pelaku yang sakit, kemudian melakukan tindakan pelecehan saat korban berada dalam posisi rentan .
Kasus-kasus ini menyoroti pentingnya kesadaran dan edukasi tentang kekerasan seksual di lingkungan keagamaan. Serial seperti Bidaah dapat berperan sebagai alat edukatif yang mendorong korban untuk berbicara dan mencari keadilan.
Namun, upaya ini harus didukung oleh tindakan nyata dari pihak berwenang dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi semua.
(Kemas Irawan Nurrachman)