Klinik dan Dapur Umum di Rafah Ditutup, Warga Palestina Mengungsi ke al-Mawasi

Lulu Az Zahra , Jurnalis
Jum'at 31 Mei 2024 22:00 WIB
Kondisi warga Gaza kian mengkhawatirkan. (Foto: BBC)
Share :

SERANGAN militer Israel di kota Rafah, Gaza telah menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam hingga menyebabkan rumah sakit, klinik, dan dapur umum ditutup. Situasi ini menyebabkan tantangan besar di jalan-jalan yang penuh dengan puing-puing serta pengungsi yang melarikan diri.

Serangan Israel di kota selatan Rafah telah menekan layanan medis dan kemanusiaan hingga titik puncak. Saat ini, hanya satu rumah sakit yang masih berfungsi dan beberapa operasi bantuan dipaksa untuk berpindah ke bagian lain dari Jalur Gaza.

Penutupan klinik darurat dan layanan lainnya di kota ini semakin memperburuk krisis perawatan kesehatan di tengah bentrokan dan serangan yang terus menerus menewaskan lusinan warga sipil. Menurut Kementrian Kesehatan Gaza, serangan yang menurut Israel ditujukan ke kompleks Hamas telah membakar kamp pengungsi di Rafah dan menewaskan 45 orang.

Selain itu, serangan lain yang terjadi pada Selasa di al-Mawasi, di pinggiran Rafah menewaskan 21 orang dan melukai puluhan lainnya.

Melansir dari The New York Times pada Jumat (31/5/2024), rumah sakit lapangan yang dikelola oleh Bulan Sabit Merah Palestina, sebuah klinik yang didukung oleh dokter tanpa batas, dan dapur umum yang dikelola oleh world Central Kitchen termasuk di antara operasi bantuan ditutup minggu ini.

Beberapa operasi terpaksa dipindahkan ke Al-Mawasi, tempat banyak warga sipil dan pekerja bantuan pergi karena Israel menetapkan wilayah tersebut sebagai zona aman kemanusiaan. Setelah serangan yang dilakukan pada Selasa, Israel mengatakan bahwa mereka tidak menembaki zona tersebut.

Video yang diverifikasi oleh The New Yorks Times menunjukkan bahwa serangan tersebut terjadi di dekat dan tidak di dalam zona tersebut. Berdasarkan catatan pekerja bantuan, masyarakat Gaza kesulitan untuk menentukan wilayah yang aman karena keterbatasan akses terhadap telepon seluler atau internet.

Chris Lockyear, Sekretaris Jenderal Dokter Tanpa Batas, menyatakan bahwa warga sipil di Gaza dibantai dan mereka didorong ke daerah-daerah yang seharusnya aman. Selanjutnya, Ashraf al-Qudra, juru bicara Kementrian Kesehatan Gaza menyerukan rute yang aman bagi para pengungsi, lebih banyak penyeberangan perbatasan untuk bantuan, dan lebih banyak rumah sakit lapanga di Rafah.

Karena menurutnya tidak ada kapasitas medis untuk menangani pembantaian berturut-turut di Rafah dan di Gaza utara. Seorang anggota staf memindahkan peralatan dari rumah sakit Emirat di Gaza, yang dilaporkan ditutup karena dekat dengan operasi militer Israel di Rafah.

Selain itu, Bulan Sabit Merah Palestina juga telah mengevakuasi Rumah Sakit lapangan Al Quds karena lokasinya terlalu dekat dengan serangan dan tembakan artileri baru-baru ini di Al-Mawasi. Kini, para pekerja medis sedang mengemas peralatan di sana dan mencoba untuk Pindah ke daerah di luar Khan Younis, lebih jauh ke utara.

Namun, tujuh ambulans Bulan Sabit Merah yang masih beroperasi di Rafah tidak diketahui kemana perginya. Pekerja bantuan memperkirakan bahwa sekitar lima rumah sakit lapangan yang sering menggunakan tenda masih beroperasi di Rafah. Namun, mereka menggambarkan rumah sakit tersebut sangat kewalahan.

Satu-satunya rumah sakit yang tersisa adalah rumah sakit bersalin di distrik Tal as-Sultan, daerah yang sama di mana pertempuran sengit memaksa Dokter Tanpa Batas menutup kliniknya.

Bahkan membawa korban luka ke tempat di mana mereka bisa dirawat merupakan sebuah tantangan besar. Jalanan yang dipenuhi puing-puing akibat kehancuran dan banyaknya pengungsi yang berpindah-pindah mungkin merupakan pengalaman tersulit yang pernah dialami oleh pekerja medis dan bantuan.

Selama hampir delapan bulan konflik, pihak berwenang Israel mendesak warga sipil untuk melarikan diri ke selatan menuju Rafah. Hal itu menyebabkan populasinnya membengkak menjadi sekitar 1,3 juta sebelum serangan dimulai.

PBB mengklaim bahwa dalam tiga minggu terakhir, sekitar satu juta orang terpaksa kembali mengungsi. Pasien yang membutuhkan perawatan medis mendesak di luar Jalur Gaza telah terjebak selama tiga minggu sejak Israel merebut perbatasan Rafah dengan Mesir.

WHO mengatakan pada Rabu bahwa mereka telah berhasil membawa bahan bakar dan pasokan medis untuk memenuhi kebutuhan sekitar 1.500 pasien di Rumah Sakit Al Ahli di Kota Gaza utara. Namun, 19 lembaga bantuan mengklaim bahwa situasi secara keseluruhannya tetap sangat buruk dan sistem kesehatan di Gaza telah dibongkar secara efektif.

(Leonardus Selwyn)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya