SOLO begitu kental dengan seni dan kebudayaan Jawa yang sakral. Salah satu jenis kesenian yang masih menjadi bagian budaya Solo yang erat melekat yakni seni tari.
Bukan hanya wanita, penari dalam beberapa tarian khas Solo juga ada yang dipentaskan oleh pria lho. Salah satu tarian yang seluruh penarinya laki-laki yaitu Tarian Dirodo Meto.
Tarian ini dianggap sakral dan memiliki nilai sejarah tersendiri bagi Mangkunegaran di Solo. Tarian Dirodo Meto mengisahkan tentang kegagahan sosok Raden Mas Said atau Pangeran Sumbernyawa. Ya, ia adalah sosok pendiri Mangkunegaran sekaligus menjabat menjadi Mangkunegara I.
Selain untuk mengenang sosok Pangeran Sumbernyawa, tarian ini juga bertujuan untuk mengenang pertempurannya di Rembang tahun 1756 silam.
(Foto: Devi Pattricia/MPI)
Maka tak heran mengapa tarian ini sangat istimewa dan hanya dipentaskan pada hari-hari penting saja.
Dalam rangka merayakan Adeging Mangkunegaran atau peringatan pendirian Mangkunegaran ke-267, Tari Dirodo Meto kembali dipentaskan di Pendopo Ageng Pura Mangkunegara pada Minggu, 28 April 2024. Tarian ini dikurasi oleh seorang seniman tari yaitu Rama Soeprapto.
Rama Soeprapto menjelaskan bahwa Tari Dirodo Meto ini sangat sakral karena mengisahkan perjuangan dari Pangeran Sumbernyowo. Ia mengungkap tarian ini tidak mudah, sehingga memerlukan penari-penarinya sangat profesional.
“Tarian ini bukan tarian yang gampang. Karena tarian ini kami sebuah tarian yang gampang maka kami menggandeng penari yang sangat-sangat sudah profesional,” ujar Rama Soeprapto kepada awak media saat ditemui di Pura Mangkunegaran.
(Foto: Devi Pattricia/MPI)
Ia mengungkap tarian ini juga dikenal dengan Tari Bedhaya Senapaten Dirada Meta atau Gajah Mengamuk. Ternyata Gajah Mengamuk menjadi salah satu julukan untuk teknik peperangan Pangeran Sambernyawa kala melawan penjajah kala itu.
“Ini cerita tentang kiasan gajah mengamuk, sebuah teknik peperangan samber nyowo sendiri, 16 tahun berjuang nonstop melawan penjajah saat itu,” jelasnya.
Diiringi dengan alunan Gamelan dan nyanyian khas dari para sinden, kurang lebih ada 14 penari pria yang berbaris memasuki Pendopo Ageng Pura Mangkunegaran selangkah demi selangkah.
Terlihat ada tujuh orang prajurit dengan tiga di antaranya membawa trisula, sedangkan empat prajurit lainnya membawa busur. Prajurit tersebut menggunakan kain dodotan Jawa yang dililit kait di bagian pinggangnya.