“Pakem bagi saya nilai tawar. Suatu konsep ketika dilepas masyarakat dan masyarakat menyukai mengagumi akan jadi pakem. Secara nilai wayang tetap punya gambaran nilai-nilai kenaikan. Kita nggak mungkin terus nostalgia. Wayang harus terus berkembang. Pro dan kontra pasti ada siapapun itu,” bebernya.
“Secara konsep besar bahwa kita harus tidak kenal lelah gimana seni wayangnya ini tetap dicintai anak-anak muda. Ada seniman, ada penonton dan yang nanggap atau membiayai. Okelah sesekali harus pentas skala besar, tapi di pola-pola kecil di daerah juga harus hidup. Kayak di bali lah. Itu yang masih jadi pekerjaan rumah (PR) kita,” katanya.
Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn mengatakan, acara ini melibatkan lebih dari 100 pemuda dan pelajar bertalenta, serta mencatat lebih dari 1.000 pengunjung yang berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, hingga pihak Kementerian dan Lembaga.
“Kegiatan ini merupakan misi kami untuk membangun karakter masyarakat melalui penanaman pengetahuan akan pewayangan, sejarah, tradisi, makna kebudayaan turun-temurun, kearifan lokal dan menjaga keberlanjutan usaha pewayangan melalui penambahan jumlah pelaku atau pelestari seni wayang dari generasi muda,” ujar Hera.
Pagelaran drama wayang ini menampilkan karakter populer dari wiracarita Ramayana Hanoman yang dipresentasikan secara modern. Diiringi oleh lantunan orkestra gamelan, penonton diajak mengikuti perjalanan Hanoman Sang Anjani Putra, kera sakti berbulu putih berkilau yang lahir dari rahim manusia yang penuh dengan ketidaksempurnaan.
(Martin Bagya Kertiyasa)