BUDAYA patriarki sangat kental di Indonesia. Hingga kini, masih saja banyak stigma yang menghambat kemajuan perempuan, yang melihat kaum hawa hanya sebelah mata kala melakukan sesuatu.
Adanya budaya patriarki yang masih saja menghantui para perempuan di Indonesia, membuat mereka seakan-akan memiliki banyak beban yang harus dihadapinya. Mulai dari urusan dapur, karier, kesetaraan dengan pria, kekerasan hingga menikah di usianya yang tidak cukup matang kerap jadi buah bibir.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyebutkan, angka tersebut menunjukkan realita masih banyaknya ketimpangan yang dihadapi perempuan hingga saat ini, mulai dari ekonomi hingga kasus kekerasan menimpa perempuan.
Bintang menyebut, di mana hal ini merujuk pada indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan tahun 2019 masih berada di bawah laki-laki yaitu 69,18 sedangkan nilai IPM laki-laki adalah 75,96.
"Kondisi ini, berkaitan dengan konstruksi sosial patriarki yang menempatkan posisi perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Padahal perempuan merupakan kekuatan bangsa," ujar Bintang dalam keterangan resminya.
Menengok Sensus pada 2020, perempuan mengisi 49,42 persen dari populasi di Indonesia atau sekitar 133,54 juta jiwa. Selain itu berdasarkan McKinsey Global Institute Analysis, Indonesia dapat meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar USD 135 miliar per tahun pada 2025 mendatang, yakni dengan catatan partisipasi ekonomi perempuan terus ditingkatkan.
Selanjutnya, kata Bintang, bahwa meluruhkan budaya patriarki bukanlah hal yang mudah. akan tetapi, ia meyakini dengan adanya kerja sama, kerja keras, serta kegigihan dalam memperjuangkannya, cita-cita kedepannya dapat menghilangkan budaya patriarki di Indonesia bukanlah hal yang mustahil.