TERUNGKAP banyak orang masih ragu datang ke psikolog untuk mengatasi masalah gangguan mental yang diderita. Padahal berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, prevalensi penderita depresi di Indonesia sebesar 6,1 persen pada 2018. Angka tersebut meningkat pada 2021, terutama dengan adanya pandemi covid-19 yang membuat masyarakat lebih mungkin untuk terkena gangguan mental.
Namun, masih ada orang-orang yang enggan pergi ke psikolog untuk berkonsultasi mengenai gangguan mental yang dimiliki. Berikut lima alasan mengapa seseorang ragu berkonsultasi ke psikolog, seperti dikutip dari Antara, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: Psikolog: Breaktime saat Pandemi Covid-19 Bisa Jaga Kesehatan Mental
1. Stigma sosial dalam masyarakat
Sejak lama masyarakat Indonesia menganggap gangguan jiwa sebagai sesuatu yang tabu. Kebanyakan dari mereka tidak ingin menjadi bahan pembicaraan orang lain sebagai seseorang dengan perilaku yang menyimpang dari norma sosial.
"Gangguan kesehatan mental itu bukanlah hal yang tabu, bukan pula aib, sama seperti saat fisik kita kalau sedang terluka, capek, kadang butuh istirahat, butuh treatment yang tepat sesuai dengan kebutuhannya saat itu mungkin istirahat mungkin olahraga. Begitu juga dengan kesehatan mental diperlukan treatment yang tepat untuk menjaga kesehatannya," kata psikolog Della Nova Nusantara MPsi.
Meski mulai berkurang di kalangan milenial dan Gen Z, stigma sosial masih dapat ditemukan, karena melepaskan pemikiran kolektif yang telah tertanam sejak lama itu bukan merupakan hal yang mudah.
2. Ketakutan tersendiri
Bagi sebagian orang, pergi ke psikolog adalah keputusan yang besar. Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, "Apa saya terlalu berlebihan ya?" dan "Bagaimana kalau psikolog-nya tidak membantu saya?"
Ketika Anda mulai meragukan diri sendiri dengan melontarkan pertanyaan seperti itu, yakinlah bahwa mencoba untuk pergi ke psikolog itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Menemukan psikolog yang cocok memang butuh waktu, tetapi setidaknya Anda akan berada selangkah lebih dekat dengan mengetahui apa yang terjadi dalam diri agar dapat membaik.
Baca juga: Psikolog Sebut Artis Pakai Sabu Tak Hanya Ingin Fit
3. Kurangnya pemahaman kesehatan mental
Otomatis, anggapan bahwa gangguan mental itu tabu menandakan kesadaran orang Indonesia yang masih rendah tentang kesehatan mental. Biasanya hal ini ditunjukkan dengan orang-orang yang menyepelekan gangguan mental, karena tidak bisa dilihat secara gamblang layaknya penyakit fisik.
Kenyataannya, penyakit mental dan fisik sama-sama menimbulkan rasa sakit kepada penderitanya. Bahkan dalam beberapa kasus, penyakit mental lebih mungkin untuk mengancam nyawa seseorang.