Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan mengapresiasi digelarnya Lomba Inovasi Saprahan sebagai upaya pelestarian budaya. Ia menyebut, ada banyak makna filosofi yang terkandung dalam saprahan. Di antaranya untuk mempererat tali silaturahmi dan tidak ada perbedaan status sosial dalam saprahan.
"Semuanya sama, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi," ungkapnya kepada wartawan, Kamis, 17 Oktober 2019.
Menurutnya sebagai budaya nenek moyang, saprahan perlu dibudayakan. Apalagi sejak ditetapkannya saprahan sebagai warisan budaya tak benda dan budaya kearifan lokal yang dimiliki. Adanya penetrasi budaya modern masuk ke Indonesia, kata dia, tidak menutup kemungkinan budaya-budaya kearifan lokal akan tergerus apabila tidak dilestarikan.
"Kalau bukan kita yang melestarikannya, siapa lagi. Saya khawatir kalau ini tidak dilestarikan, takutnya anak cucu kita nanti tidak tahu bagaimana budaya saprahan itu. Setidak-tidaknya kita lakukan di rumah kita sendiri," terangnya.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menjelaskan, saprahan merupakan satu di antara yang telah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda. Termasuk pula arakan pengantin, paceri nanas, meriam karbit dan lainnya. Ia berharap Pontianak menjadi salah satu kota budaya yang harus terus ditingkatkan inovasi dan kreativitasnya.
"Saya berharap dengan lomba inovasi saprahan ini memberikan nilai edukatif bagi generasi muda untuk terus kita pertahankan budaya ini. Inilah budaya Melayu yang patut kita pertahankan dan lestarikan," tuturnya.