Kurayakan Ulang Tahunmu dengan Akad

, Jurnalis
Sabtu 29 Juni 2019 00:15 WIB
Susi Fatimah dan Shulhan
Share :

Aku masih menahan isak di kamar 3x4 itu, menunggu solidaritas perasaan kawan-kawan seperjuangan, yang setidaknya mau memintaku untuk tabah dan sabar. Tak lama, sebuah pesan singkat menyapaku: “Sabar Shulhan. Saya turut merasakan sakitmu. Saya dan teman-teman masih berdiri di samping kamu,” nasihat seorang dosen yang memang tahu betul kisah kasih kita di kampus dan beliaulah pembimbing skripsi kami berdua.

Singkat cerita, aku mengalami depresi panjang, kurang lebih setahun. Tapi tenang, tak sampai membuatku gila, apalagi berpikir gantung diri. No! Aku justru membeli sebanyak mungkin buku untuk kulahap sendirian, termasuk buku-buku dan video terapi. Masih kuat dalam ingatan, buku karya mentalis Indonesia Romy Rafael “Hypnotherapy” dan “After The Affair” karya Janis Abrahms menjadi buku andalanku. Aku yakin, hanya pikiran sehatlah yang mampu meminimalisir beban emosional yang selama ini kubawa.

Tapi, sama saja. Seperti kataku di awal cerita, bagai bah, cinta dan rinduku tak kunjung surut. Sempat kupikir ini kutukan atau mungkin efek salah niat dalam hidupku selama ini. Bahkan, teman sekamarku pernah mendapati aku menangis ketika tidur, dan saat aku terjaga, ada air yang menggenangi mataku. Akhirnya, aku berinisiatif untuk memaafkan diriku yang mungkin terlalu mencintai mahluk-Nya. Mungkin Tuhan cemburu, begitu hiburku. Sejak itu, aku niatkan untuk mendoakan dirinya pada setiap sujud akhirku. Dan aku yakin, cinta memang tak mesti memiliki, justru cinta harus siap kehilangan.

Alhamdulillah… Sejak itu, aku tak lagi gusar pada hujan yang turun membawa rindu tentangnya. Aku menikmati semua romantisme yang pernah kita lalui dulu. Dan bagiku, hujan berikutnya adalah momentum tuk menyuburkan kemesraan. Dan kalaupun ada kenangan yang bertunas kembali, itulah berkahnya.

Kataku pada air langit itu; Aduhai hujan yang menyuburkan kebijaksanaan, datanglah sekali waktu saat aku tak butuh. Supaya aku tahu, ia merinduiku. Hujan yang menumbuhkan syukur, aku sudah mulai malu berterimakasih lantaran banyak menerima. Dan hujan yang menyemai Juni ini, datanglah saja di lain waktu, biar aku tak berdosa menunggunya.

Selang setahun yang mendamaikan hatiku di penghujung 2014, di saat aku tengah memandu perasaan pada perempuan yang sungguh amat baik hatinya. Tetiba aku disuguhi mimpi-mimpi aneh, hampir tiga kali dalam sebulan. Aku memimpikannya lagi. Kali ini, ia datang dengan kaos pink dan kerudung pink yang dahulu kerap dipakainya sewaktu kuliah. Tapi, ada yang aneh, senyum tertahan, tak lagi presisi seperti gadis yang kucintai dulu.

Hingga 5 tahun berikutnya, ia rutin mendatangi mimpiku, kadang dengan isak tangis, kadang pula dengan genggaman yang enggan ia lepaskan, namun terlepas jua. Di situlah aku kembali bersedih, dan semakin kuat doa-doaku melangit. Bahkan, ingin sekali kubacakan sendiri doa-doa itu di pintu langit agar diprioritaskan Tuhan demi kebaikannya.

Lima tahun berlalu, pembimbing skripsi kami dulu, yang kini masih mejadi mentor akademikku, mulai memberi isyarat baru. Katanya, ada hati yang dulu sempat luput dari peta masa depanku, tengah membutuhkan seseorang yang bisa menopang pundaknya. Tapi aku tak ambil pusing. Aku sedang fokus mengejar mimpi-mimpi yang pernah kubisikkan padanya dulu, tentang Amerika, tentang New York.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya