SEBAGAI warisan dari budaya, wastra Nusantara perlu dijaga keeksistensiannya. Salah satu caranya adalah para desainer menerjemahkan sejumlah ragam busana menggunakan material kain tradisional Indonesia.
Kini, kain tradisional Indonesia bisa disulap menjadi deretan busana yang stylish, namun tetap memberikan sentuhan etnik. Hal ini salah satunya diperlihatkan melalui ajang Surabaya Fashion Parade (SFP) 2017 yang berlangsung di Tunjungan Plaza sejak 3-7 Mei 2017.
Bekerjasama dengan Indonesian Fashion Chamber, setiap harinya SFP mengusung tema yang berbeda-beda. Hari pertama, tema yang diangkat adalah 'Look To East'. Look To East menampilkan enam desainer yang mengangkat ragam busana etnik namun dikemas dengan desain yang stylish. Seperti apa penampilannya? Berikut adalah beberapa di antaranya.
Interim Clothing
(Foto: Ade Oyot)
(Foto: Ade Oyot)
Interim Clothing menampilkan kain tradisional dalam tampilan yang modern. Di mana kain sarung dikombinasikan dan diterjemahkan menjadi busana oversized, rok berpotongan longgar, celana berpotongan lebar, atau rok potongan semi pensil berdetail lipit di bagian ujung bawahnya.
Mega Ma
(Foto: Ade Oyot)
Sisi etnik atau budaya tak hanya mengusung budaya tradisional Indonesia. Desainer Mega Ma, misalnya, menerjemahkan budaya Tionghoa melalui corak burung bangau, yang merepresentasikan elemen air, serta mutiara yang merepresentasikan elemen udara. Corak budaya tersebut hadir dalam deretan busana warna merah dan biru, dalam potongan midi dress yang cantik.
Marimare
(Foto: Ade Oyot)
Marimare menjadi salah satu label mode yang turut menampilkan busana dari wastra Nusantara. Sang desainer terimspirasi melalui bangunan arsitektur Yogyakarta, yakni Joglo dalam motif batik Parang dan Lurik Yogyakarta.