JAKARTA – Ahli Gizi Masyarakat dr. Tan Shot Yen, M.Hum menjelaskan penyebab utama terjadinya kasus keracunan pada menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akhir-akhir ini menimpa sejumlah siswa di berbagai daerah. Menurutnya, kontaminasi dapat terjadi ketika proses pengolahan tidak memenuhi standar Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
dr. Tan memaparkan, ada lima tahapan krusial di mana makanan bisa terkontaminasi dan menjadi berbahaya bila tidak diawasi dengan baik.
Pertama, tahap pembelian bahan pangan. Ia mencontohkan kasus ketika ditemukan jeruk berulat dalam menu MBG. Hal itu, kata dr. Tan, menandakan bahan pangan dibeli dalam kondisi yang sudah tidak segar.
“Kalau jeruk sudah berulat, berarti belinya juga sudah nggak bagus, betul atau nggak?” ujarnya.
Kedua, tahap penyimpanan bahan pangan. Ia menekankan pentingnya sistem penyimpanan yang sesuai jenis bahan. Misalnya, telur dan daging ayam tentu membutuhkan cara penyimpanan berbeda.
“Bagaimana dengan kulkasnya? Nyetok telur tentu tidak sama dengan nyetok daging ayam,” jelasnya.
Ketiga, tahap pengolahan bahan makanan. dr. Tan menyebut masih banyak dapur MBG yang mengolah bahan yang sudah melewati masa kedaluwarsa. Setelah itu, risiko kontaminasi juga meningkat ketika makanan dikemas dan dikirimkan ke sekolah-sekolah.
Ia menegaskan, rentang suhu 5–60 derajat Celsius merupakan zona kritis di mana bakteri dan mikroba dapat berkembang biak dengan cepat.
“Pemanas itu perlu, bukan supaya makannya enak dan hangat, tapi supaya suhu tidak turun di bawah 60 derajat Celsius,” tegas dr. Tan.
Keempat, tahap pengemasan dan pengiriman makanan. Bila proses ini dilakukan tanpa kontrol suhu atau kebersihan yang baik, risiko kontaminasi meningkat drastis.
Kelima, tahap pendistribusian kepada anak-anak. dr. Tan menjelaskan, perjalanan menu MBG sangat panjang—mulai dari dapur hingga ke tangan siswa—dan di setiap tahapan terdapat potensi pencemaran.
“Prosesnya panjang, dan banyak titik yang bisa kita curigai jadi sumber kontaminasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, dr. Tan mengingatkan bahwa standar menu bagi anak-anak harus mengacu pada prinsip gizi seimbang. Mengacu pada konsep “Isi Piringku”, setengah piring seharusnya berisi sayur dan buah, sedangkan setengahnya lagi terdiri atas lauk pauk dan makanan pokok.
Meski begitu, ia meyakini menu bergizi lengkap tetap bisa disajikan dengan anggaran Rp10.000 per anak.
“Yang penting bukan hanya sehat, tapi juga enak dan sesuai dengan menu sehari-hari masyarakat,” pungkasnya.
(Rani Hardjanti)