Fenomena ini menunjukkan bahwa pertengkaran orang tua bukanlah sekadar masalah rumah tangga. Anak yang menjadi saksi konflik bisa merasakan tekanan psikologis mendalam, meskipun mereka tidak terlibat langsung. Tekanan itu dapat muncul dalam bentuk gangguan tidur, penurunan prestasi belajar, hingga perilaku bermasalah di sekolah.
Untuk mengurangi risiko tersebut, sikap bijak yang dapat dilakukan orang tua adalah menghindari bertengkar di depan anak, mengendalikan emosi, dan memilih waktu yang tepat untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Bila anak sudah terlanjur menyaksikan konflik, sebaiknya diberikan penjelasan sederhana agar mereka tidak merasa bersalah atau terbebani.
Selain itu, penting bagi orang tua untuk memberikan contoh komunikasi yang sehat di rumah. Pola komunikasi positif akan membantu anak belajar cara menyelesaikan masalah dengan tenang. Lingkungan rumah yang penuh kasih sayang, disertai pengasuhan yang konsisten, dapat menjadi pondasi kuat untuk mendukung perkembangan mental, emosional, dan sosial anak.
Dengan kata lain, mencegah pertengkaran di depan anak bukan hanya demi menjaga keharmonisan rumah tangga, tetapi juga merupakan investasi penting bagi masa depan mereka.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)