JAKARTA - Cuaca dingin sering kali dianggap menyegarkan, tetapi bagi sebagian orang, suhu rendah justru bisa menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah alergi dingin. Kondisi ini ditandai dengan munculnya ruam atau bentol pada kulit yang terasa gatal, serta gejala lain yang muncul setelah tubuh terpapar udara atau air dingin.
Dikenal juga dengan istilah urtikaria dingin (cold urticaria), alergi ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik. Untuk memahami lebih dalam, mari simak penjelasan lengkap mengenai penyebab, gejala, serta cara mengobati dan mencegah alergi dingin.
Alergi dingin merupakan reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap suhu rendah. Respons ini menyebabkan munculnya biduran atau bentol pada kulit ketika seseorang terpapar cuaca dingin, menyentuh benda dingin, atau berenang di air dingin.
Gejala yang muncul bisa ringan, namun pada kasus tertentu, reaksi bisa menjadi sangat serius dan membahayakan. Bahkan, syok anafilaksis dapat terjadi, ditandai dengan penurunan tekanan darah, sesak napas, jantung berdebar cepat, hingga kehilangan kesadaran.
Reaksi alergi dingin terjadi karena sistem imun menganggap suhu dingin sebagai ancaman. Akibatnya, tubuh melepaskan zat kimia bernama histamin yang menyebabkan munculnya gejala alergi. Ketika histamin menyebar melalui aliran darah, akan timbul gejala seperti kemerahan, gatal, hingga pembengkakan.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami alergi dingin, antara lain:
* Usia: Umumnya dialami oleh anak-anak dan remaja, meskipun bisa mereda seiring pertambahan usia.
* Kondisi medis tertentu: Penderita kanker, hepatitis, atau infeksi kronis lebih rentan terhadap reaksi ini.
* Faktor genetik: Alergi ini dapat diturunkan dari orang tua.
Gejala yang ditimbulkan bisa bervariasi pada setiap individu. Beberapa gejala umum yang sering dialami meliputi:
* Muncul bentol atau ruam kemerahan yang terasa gatal setelah terpapar suhu dingin.
* Pembengkakan pada tangan setelah menyentuh benda dingin.
* Bibir membengkak setelah mengonsumsi makanan atau minuman dingin.
* Rasa hangat pada kulit seiring memburuknya gejala.
Pada kondisi yang lebih parah, penderita juga bisa mengalami:
* Demam
* Peningkatan sel darah putih
* Nyeri sendi dan sakit kepala
Meskipun gejalanya bisa reda dengan sendirinya, penanganan medis tetap dibutuhkan jika reaksi mengganggu aktivitas sehari-hari. Berikut beberapa pengobatan yang umum diberikan:
1. Antihistamin
Obat ini digunakan untuk menghentikan produksi histamin sehingga gejala alergi mereda. Antihistamin merupakan pengobatan lini pertama yang paling sering diresepkan dokter.
2. Kortikosteroid Sistemik
Bekerja sebagai antiinflamasi, kortikosteroid meredakan peradangan saat alergi kambuh. Penggunaan obat ini harus diawasi dokter karena memiliki efek samping seperti gangguan tidur dan kenaikan berat badan.
3. Leukotriene Antagonist
Obat ini menghambat kerja leukotrien—zat yang menyebabkan peradangan dan sesak napas. Meskipun umumnya digunakan untuk asma, obat ini juga efektif meredakan gejala alergi.
4. Omalizumab
Obat suntik ini bekerja dengan menghambat reaksi sistem imun terhadap alergen dan digunakan pada kasus alergi berat untuk mengurangi rasa gatal.
Hingga saat ini belum ada cara untuk menghilangkan alergi dingin secara permanen. Namun, beberapa langkah pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari kekambuhan, antara lain:
* Konsumsi obat yang diresepkan dokter sebelum beraktivitas di suhu dingin.
* Hindari konsumsi makanan atau minuman yang terlalu dingin.
* Gunakan jaket, sarung tangan, dan pelindung tubuh lainnya untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat.
* Sedia suntikan epinefrin sebagai pertolongan pertama jika mengalami reaksi alergi parah.
* Jangan menghentikan konsumsi obat tanpa berkonsultasi dengan dokter.
* Beritahukan kondisi alergi pada tenaga medis jika akan menjalani operasi atau tindakan medis lainnya.
(Qur'anul Hidayat)