Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ini Alasan Wanita Lebih Sering Alami Migrain

Fatin Wardahni Nazihah , Jurnalis-Selasa, 24 September 2024 |12:06 WIB
Ini Alasan Wanita Lebih Sering Alami Migrain
Ini Alasan Wanita Lebih Sering Alami Migrain, (Foto: Ilustrasi Freepik)
A
A
A

Migrain merupakan tipe sakit kepala yang sangat intens dan berbeda dari sakit kepala biasa. Selain rasa sakit yang luar biasa, gejala migrain sering mencakup mual, sensitif terhadap cahaya, dan suara, serta gangguan penglihatan. Serangan ini dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari, sehingga sulit untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari.

Anne MacGregor, spesialis sakit kepala dan kesehatan wanita, mengatakan, wanita ternyata lebih sering mengalami migrain dibandingkan pria. Ini menjadikannya masalah kesehatan yang serius bagi banyak individu. Berbagai faktor dapat memicu migrain, termasuk fluktuasi hormon, stres, dan faktor genetik yang berperan dalam meningkatkan risiko pada wanita, seperti dilansir dari Wired Selasa (23/9/2024).

Efek dari migrain yang berulang ini bisa sangat mengganggu kualitas hidup, membuat banyak wanita merasa terbatasi dalam aktivitas mereka. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab dan mencari cara untuk mengendalikan migrain demi meningkatkan kualitas hidup mereka yang lebih baik.

Pada masa kanak-kanak, anak laki-laki sedikit lebih rentan terhadap migrain dibandingkan anak perempuan. Semuanya berubah drastis saat mereka memasuki masa pubertas. Di fase ini, hormon seks mulai muncul dan menyebabkan berbagai perubahan fisik, termasuk pada masa awal menstruasi. Banyak anak perempuan mulai mengalami migrain pertama mereka pada saat awal menstruasi.

Setelah pubertas, jumlah migrain yang dialami anak perempuan jauh lebih tinggi daripada anak laki-laki, dengan perbedaan ini semakin jelas saat orang mencapai usia pertengahan tiga puluhan dan terus berlanjut hingga tua.

"Ini menjadi sangat rumit di kedua tahap kehidupan reproduksi wanita," jelas MacGregor.

Perubahan kadar estrogen yang tidak stabil juga berhubungan dengan migrain pada wanita. Ketika wanita memasuki perimenopause, yaitu masa transisi sebelum menopause, kadar hormon menjadi sangat tidak teratur.

"Wanita yang sebelumnya tidak mengalami migrain terkait menstruasi lebih cenderung mengalaminya selama perimenopause," jelas MacGregor.

Seorang ahli saraf dan epidemiologi di Alert Einstein College of Medicine di New York Richard Lipton mengatakan, setelah menopause beberapa wanita merasa lega dari migrain yang mereka alami. Penting untuk dicatat bahwa hasilnya berbeda-beda, tidak semua orang merasakan perbaikan.

Interaksi antara estrogen dan peptida terkait gen kalsitonin (CGRP) juga menambah kompleksitas masalah ini. CGRP adalah zat kimia yang membantu sel saraf berkomunikasi.

Menurut Lipton, CGRP melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah, yang sering dikaitkan dengan nyeri migrain.

"Selama serangan migrain, kadar CGRP dalam darah penderita biasanya tinggi," jelas Lipton.

Wanita cenderung memiliki kadar CGRP yang lebih tinggi daripada pria, dan perubahan kadar estrogen dapat mempengaruhi CGRP dalam jalur nyeri di otak. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa respons wanita terhadap CGRP juga lebih kuat.

Selain itu, studi terbaru menunjukkan bahwa progesteron, hormon seks lain, mungkin juga berperan dalam migrain. Penemuan terbaru mengindikasikan bahwa aktivasi reseptor progesteron di otak dapat meningkatkan kepekaan terhadap rasa sakit.

Tim dari Universitas Virginia melakukan eksperimen dengan memberikan nitrogliserin, yang berfungsi sebagai vasodilator untuk meniru migrain, kepada tikus. Setelah itu, mereka memberi progesteron dan menemukan bahwa hormon ini membuat tikus lebih peka terhadap rasa sakit, terlihat dari reaksi mereka yang menghindari cahaya dan merespons rasa tusukan jarum.

(Kemas Irawan Nurrachman)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement