Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

SPECIAL REPORT: Tembok Keras Menkes Bongkar Tradisi Senioritas di PPDS

Kemas Irawan Nurrachman , Jurnalis-Minggu, 15 September 2024 |09:36 WIB
SPECIAL REPORT: Tembok Keras Menkes Bongkar Tradisi Senioritas di PPDS
SPECIAL REPORT: Tembok Keras Menkes Bongkar Tradisi Senioritas di PPDS, (Foto: Okezone)
A
A
A

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin harus menghadapi tembok keras dalam membuka tabir dugaan perudungan yang berujung meninggalnya Dokter Aulia Risma Lestari.

Dokter Aulia diketahui merupakan mahasiswi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Universitas Diponegoro. Ia ditemukan meninggal dunia di kos-nya saat menjalani pendidikan PPDS.

SPECIAL REPORT: Tembok Keras Menkes Bongkar Tradisi Senioritas di PPDS 

Menkes Budi bersuara lantang bahwa meninggalnya doker Aulia akibat dampak dari adanya dugaan perundungan yang ada di sana. Menkes Budi memastikan pihaknya telah memiliki sejumlah bukti yang memperkuat argumennya.

"Yang saya lihat sudah jelas sekali dari WhatsApp-nya," kata Budi Gunadi saat berada di Kompleks Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Sleman, D.I Yogyakarta, pada Rabu, 28 Agustus 2024.

"Bukan hanya diary-nya, tapi chat dengan bapaknya, ibunya, adiknya, dan tantenya, semuanya sudah saya kantongi. Jadi, kalau saya pribadi, saya sudah tahu lah apa yang terjadi. Saya sudah sangat tahu apa yang terjadi," ucap Budi.

Menkes Dilaporkan ke Polisi

Upaya membongkar kasus dugaan perundungan membuat Menkes Budi dilaporkan ke Polisi. Komite Solidaritas Profesi dan Satuan Anti Kebohongan menyebut, apa yang dilakukan Menkes Budi merupakan penyebaran berita bohong.

M Nasser, salah seorang perwakilan dari Komite Solidaritas Profesi, mengatakan, meninggalnya dokter Aulia karena perundungan dinilai sebagai berita bohong.

“Kami memang datang hari ini ke Bareskrim untuk melaporkan pejabat Kementerian Kesehatan atas penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran. Hoax, kita sesalkan ini. Kualitas pejabat publik, itu,” kata Nasser di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta pada Rabu, 11 September 2024.

Tidak hanya Menkes, Komite Solidaritas Profesi juga melaporkan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya atas kasus serupa.

Menanggapi pelaporan tersebut, Menkes Budi mengaku dirinya sudah mengetahui laporan itu. Dia menyakini pelaporan Komite Solidaritas Profesi sudah ditolak oleh Polisi.

Meski demikian, Menkes Budi sangat terbuka jika pihak pelapor akan melakukan mediasi terhadap dirinya. Hingga saat ini, Menkes Budi belum menerima undangan untuk digelarnya mediasi di antara keduanya.

UNDIP dan RS Kariadi Akui Adanya Perundungan

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip dokter Yan Wisnu Prajoko mengakui adanya bullying di PPDS Anestesi. Dia pun meminta maaf atas adanya dugaan kasus tersebut kepada masyarakat dan meminta masukkan untuk terus dilakukan perbaikan.

"Saya sampaikan hari ini, kami menyadari sepenuhnya menyampaikan dan mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan Dokter Spesialis di internal kami terjadi praktek atau kasus perundungan dalam berbagai bentuk," kata Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko saat konferensi pers di Semarang, Jumat 13 September 2024.

"Kami memohon maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kemendikbudristek dan kepada Komisi IX, Komisi X DPR RI, dimana masih ada kekurangan kami di dalam menjalankan proses pendidikan Dokter Spesialis," tuturnya.

Salah satu dugaan perundungan yakni iuran sebesar Rp20 juta hingga 40 juta kepada mahasiswa baru PPDS. Pungutan tersebut dilakukan selama 6 bulan atau 1 semester dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan peserta PPDS sendiri, termasuk para senior mereka selama menjalani PPDS di RSUP dr Kariadi.

“Untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika sudah semester 2 (tidak lagi), gantian yang semester 1 (yang iuran), terus begitu,” paparnya.

Selain digunakan untuk makan, lanjut Yan, uang tersebut juga digunakan untuk membayar operasional lainnya, mulai dari bayar kos di dekat RSUP dr Kariadi hingga sewa mobil. Mereka yang iuran berasal dari 7 hingga 11 mahasiswa semester 1.

Yan mengakui, apapun alasannya iuran itu sebagai pungutan dan merupkan hal yang tidak bisa dibenarkan.

“Saya sampaikan, di balik rasionalisasi apapun orang luar melihatnya kurang tepat. Jadi perundungan tidak selalu penyiksaan, tetapi by operationalnya ya, konsekuensi dari pekerjaan mereka,” tandas Yan Wisnu.

Senada diungkapkan Direkur Layanan Operasi RS Kariadi Semarang, dr Mahabara Yang Putra. Dia menyebut, kasus ini menjadi pembelajar pihaknya untuk terus melakukan perbaikan.

"Kepada Kemenkes, Kemendikbudristek, dan seluruh masyarakat kiranya ini menjadi momentum RSUP Kariadi sebagai salah satu wahana spesialis untuk lebih mengevaluasi. Kami mohon maaf," tuturnya.

Kasus dugaan perundungan merupakan satu dari sekian banyak kasus yang ada di PPDS. Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut ada sekira 300 kasus perundungan yang terjadi di PPDS.

Jumlah tersebut merupakan 30 persen dari 1.000 kasus yang dilaporkan ke Kementrian Kesehatan. Dari jumlah tersebut, Kemenkes akan melakukan investigasi lanjutnya.

Berkaca dari kasus dugaan perundungan yang masif terjadi, diharapkan kasus PPDS di Undip dapat membuka semua pihak untuk menghapus praktik senioritas dan perundungan dalam bentuk apapun. Semoga ke depannya, kasus seperti ini tidak lagi terjadi dan lulusan PPDS dapat terus bermanfaat untuk bangsa dan negara.

(Kemas Irawan Nurrachman)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement