KASUS puluhan warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang mabuk hingga meninggal dunia tengah menjadi sorotan publik. Rupanya warga Banjarmasin yang mabuk tersebut bukan disebabkan oleh kecubung.
Psikiater konsultan adiksi dari RSJ Sambang Lihum dan juga anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), Firdaus Yamani.
Dia menjelaskan mayoritas pasien tidak mengonsumsi buah kecubung secara langsung, melainkan dalam bentuk pil berwarna putih yang diduga mengandung ekstrak kecubung. Kandungan dalam pil ini kini sedang dalam penelitian oleh pihak berwenang.
"Berbicara dengan para pasien, kami mendapati bahwa mereka mengonsumsi pil putih tanpa merk yang mengandung ekstrak kecubung," ujar Firdaus dalam briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia, Sabtu (20/7/2024).
Dokter Firdaus Yamani menambahkan sejak 5 Juli 2024, RSJ Sambang Lihum telah merawat 56 pasien yang diduga mengalami intoksikasi atau keracunan kecubung. Dari jumlah tersebut, dua pasien dilaporkan meninggal dunia, sementara tujuh lainnya masih dalam perawatan intensif.
“Saat ini, BNN dan Kepolisian sedang menginvestigasi kandungan pil tersebut untuk mengonfirmasi keberadaan ekstrak kecubung,” katanya.
Sementara itu, dr Firdaus mengatakan kecubung telah digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional selama berabad-abad, terutama untuk mengatasi masalah seperti asma, batuk, muntah, nyeri, dan sebagai bius.
“Karena efek halusinogeniknya dan penyalahgunaannya yang luas, BPOM telah melarang penggunaan kecubung sebagai obat tradisional,” katanya.
Lebih lanjut, Dokter Firdaus menjelaskan kecubung mengandung senyawa alkaloid tropan seperti atropin, skopolamin, dan hiosiamin, yang terutama terdapat pada bagian bunga dan daun tanaman. Setiap bunga kecubung mengandung sekitar 0,65 mg skopolamin dan 0,3 mg atropin, sementara setiap biji kecubung mengandung sekitar 0,1 mg atropin.