RAMAI kasus siswa SMP loncat dari lantai 3 gedung sekolah di kawasan Jakarta Selatan. Kasus ini sejatinya dijadikan pembelajaran bagi semua pihak, dan harus dijadikan peringatan keras bagi para orangtua terutama yang memiliki anak usia remaja.
BACA JUGA:
Anak yang semestinya belajar di sekolah, malah diduga merasa tidak nyaman sampai akhirnya berpikiran untuk melakukan percobaan mengakhiri nyawanya sendiri alias bunuh diri.
Berkaca pada kasus ironis ini, penting untuk tahu apa saja gejala atau ciri-ciri anak atau remaja yang sedang membutuhkan dukungan emosi sosial. Sehingga, diharapkan orangtua bsia bergerak cepat jika gejala terlihat pada si anak, sehingga tidak sampai pada taraf membahayakan.
BACA JUGA:
Psikolog Anak dan Remaja, Karina Istifarisny menuturkan, pertama ketika terjadi perubahan yang signifikan pada anak, itu harus menjadi 'warning' bagi orangtua.
"Contohnya, ketika anak atau remaja yang dulunya punya banyak teman dan senang bergaul, tiba-tiba mengurung diri, tidak mau bersosialisasi," jelas Karina pada MNC Portal baru-baru ini.
"Gejala atau ciri-ciri lain misalnya, jika dulu semangat pergi ke sekolah tinggi, sekarang anak jadi ogah-ogahan atau bahkan sampai menolak untuk pergi ke sekolah," tambahnya.
Jika kondisi menolak pergi ke sekolah berlangsung lama atau berulang, Karina menyarankan orang tua segera mencari bantuan profesional, salah satunya psikolog.
"Anak atau remaja yang butuh dukungan. tapi tidak mendapatkannya besar kemungkinan mengalami gangguan aktivitas dan performa akademisnya tidak maksimal. Sangat disarankan untuk mengunjungi professional," jelas Karina lagi.
Namun, jika si anak masih mau sekolah tapi tetap murung dan penuh kegelisahan, orangtua bisa melakukan pendekatan ekstra untuk menanyakan alasan perubahan sikap itu terjadi. Ingat, saat bertanya ke anak, kata Karina, orangtua juga perlu bersikap ramah dan nyaman.
"Jangan cemas atau bahkan marah-marah dengan intonasi tinggi, karena pada beberapa anak mereka itu cenderung ingin menjaga hati orangtuanya," tegasnya.
"Maksudnya, jika orangtua terlalu cemas saat bertanya ke anak, anak malah akan menutupi masalahnya atau kalau dimarahi, anak malah jadi takut untuk bercerita," sambung Karina lagi.
Sebagai psikolog anak remaja, Karina pribadi berharap sekali agar para orangtua lebih dekat dan memahami anaknya. Dengan begitu, perubahan sekecil apa pun bisa terbaca dan segera dicari solusinya.
Penting juga bagi para orangtua menyadari bahwa di usia remaja, anak akan mengalami banyak perubahan. Oleh karena itu, beri mereka tontonan yang mengedukasi tentang perubahan pada diri mereka, misalnya perubahan hormon yang mempengaruhi emosi, perubahan fisik, dan lainnya.
"Dengan begitu, kalau suatu saat anak remaja Anda merasa marah banget, kesal banget, jangan langsung bertindak, tapi dipikirkan dulu, ditimbang dulu," pungkasnya.
(Rizky Pradita Ananda)