KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) melaporkan ada sebanyak 2.714 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Vertikal (RSV) yang mengalami gejala depresi ringan hingga sedang. Bahkan dari angka tersebut, ada sebagian orang yang memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Kasus depresi terbanyak terjadi pada mereka yang sedang menekuni pendidikan Spesialis Ilmu Kesehatan anak dengan total kasus sebanyak 381 orang. Menanggapi banyaknya kasus tersebut, Ahli Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkap bahwa alangkah lebih baiknya jika ada pembanding.
Langkah ini dilakukan dengan melakukan survei yang sama pada para peserta pendidikan yang lain, termasuk di dalamnya Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan universitas ternama dengan mutu pendidikan yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat depresi hanya terjadi di pendidikan dokter spesialis atau di seluruh sektor pendidikan.
“Kalau ada pembanding maka kita tahu apakah tingginya angka depresi memang hanya pada peserta program pendidikan dokter spesialis atau memang dunia pendidikan pada umumnya,” ujar Prof Tjandra, dikutip dari keterangan resminya, Selasa (16/4/2024).

Prof. Tjandra juga menyarankan untuk melakukan metode penilaian depresi kepada masyarakat umum. Dari situ bisa diketahui apakah masyarakat dengan permasalahan ekonomi dan sosial mengalami depresi juga. Bisa saja para calon dokter spesialis tersebut juga jadi bagian dari populasi secara umum.
“Berita tentang tekanan ekonomi dan sosial di masyarakat mungkin akan memberi gambaran depresi pula, dan bukan tidak mungkin data pada peserta program pendidikan dokter spesialis adalah menggambarkan data pada populasi secara umum,” tuturnya.
Setelah ditemukannya data tersebut, maka ini menjadi bekal untuk dilakukannya analisis lebih lanjut untuk meneliti faktor penyebab dari gejala depresi yang dialami para calon dokter spesialis tersebut.
Jika sudah melakukan cara pembanding, melakukan survei depresi ke masyarakat umum, dan menganalisis penyebab, maka baru dapat menentukan langkah tindak lanjut dari fakta yang didapat berdasarkan bukti tersebut.
“Analisa kualitatif dan rinci ini amat penting agar masalah yang ada dapat terlihat secara gamblang, apa hal utama, apa penunjangnya, apa faktor lain terkait, dan lain-lain,” kata Prof. Tjandra.