Aturan tentang batasan ini jadi sangat penting, terlebih jika anak telah memiliki akun media sosial pribadi. Idealnya, orangtua ikut memonitori aktivitas online sang buah hati di media sosialnya. Tujuannya, agar ayah dan ibu tahu dan paham kondisi serta siapa yang menjadi pelaku atau korban bullying dari anak.
“Kembali pada peraturan sebenarnya. Kalau anak-anak diajarkan untuk simpans aja gadget di malam hari atau enggak ya cari penyakit sendiri. Jadi peraturan-peraturan yang dibikin koridornya oleh orang tua menurut para ahli ya,” jelas dr. Aisah lagi.
Lebih lanjut, ia pun menjelaskan bahwa bullying bisa terjadi karena disebabkan dengan berbagai faktor salah satunya sikap pribadi anak. Selain itu, faktor pola pengasuhan orangtua pada anak, disebut juga bisa mempengaruhi anak menjadi pelaku bullying.
“Memang bullying itu sama juga dengan penyimpangan lain, yaitu multifaktorial. Banyak faktor, ada faktor dasarnya mungkin pribadi anak. Nanti ada faktor kontribusinya, pola pengasuhan, pelajaran, dan input yang di dapat, jadi multi faktor,” pungkasnya singkat.
(Rizky Pradita Ananda)