Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Periskop 2024: Menatap Masa Depan Pariwisata Indonesia Pascapilpres 2024

Nanda Dwi Cahyani , Jurnalis-Sabtu, 13 Januari 2024 |08:37 WIB
Periskop 2024: Menatap Masa Depan Pariwisata Indonesia Pascapilpres 2024
Seorang turis asing menikmati keindahan Pantai Canggu, Bali (Foto: Pixabay/motomotosc)
A
A
A

INDONESIA akan menggelar pesta demokrasi pada 14 Februari 2024 mendatang. Hajatan lima tahunan itu sangat menentukan pemimpin seperti apa yang nantinya dimiliki Indonesia untuk membangun bangsa dalam lima tahun ke depan.

Siapapun yang terpilih dalam Pilpres 2024 nanti tentu dibebankan tugas untuk membangun berbagai sektor dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional.

Salah satu isu yang kurang populis namun sejatinya sangat penting disorot, yakni pariwisata. Sayangnya, belum ada satupun pasangan calon yang benar-benar fokus memainkan isu ini.

Padahal, berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) per September 2023, kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 3,83 persen.

Angka tersebut lebih tinggi ketimbang tahun lalu yakni 3,6 persen. Per September 2023 pun nilai devisa pariwisata Indonesia sudah menyentuh angka USD10,46 miliar (Rp162,5 triliun), sungguh angka yang fantastis.

Presiden Jokowi

(Foto: Instagram/@jokowi)

Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sektor pariwisata dianggap sebagai penting kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi nasional.

Tak heran jika Presiden Jokowi begitu memberi perhatian, khususnya dalam pengembangan lima destinasi super prioritas yang memiliki prospek menjanjikan dalam meghasilkan devisa negara.

Pengamat Pariwisata, Sapta Nirwandar berharap, pariwisata akan tetap menjadi fokus utama pemerintah mendatang dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Ia juga menyoroti perlunya perhatian terhadap kebijakan yang berkaitan dengan pariwisata, terutama terkait aksesibilitas. Sayangnya, kebijakan-kebijakan tersebut belum terlihat konkret hingga saat ini.

“Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pariwisata itu juga saya belum lihat, karena sampai saat ini yang menjadi problem utama kalau kita mau berwisata ke arah timur itu kan lebih mahal. Ke arah barat alias ke negara-negara tetangga seperti ke Singapura, Malaysia Sehingga orang juga cenderung menghabiskan uangnya terutama untuk berwisata ke luar Indonesia, karena kalau dia ke Manokwari, Ambon lebih mahal daripada ke Malaysia dan ke Singapura,” kata Sapta saat berbincang dengan Okezone di Jakarta, Jumat, 12 Januari 2024.

Infografis Spot Menyelam di Raja Ampat

Selain itu kata dia, pemerintah juga perlu memikirkan cara-cara untuk membuat tarif perjalanan ke Indonesia bagian timur agar lebih kompetitif.

Salah satu opsi yang disebutkan adalah memberikan pengurangan biaya bahan bakar (fuel) pesawat atau subsidi yang terukur.

Disamping itu, juga pertimbangan lain seperti pengurangan biaya landing dapat menjadi solusi untuk menciptakan tarif lebih kompetitif di wilayah timur Indonesia.

"Aspek teknologi juga harus diintegrasikan dalam strategi pemasaran pariwisata ke depan," lanjutnya.

Adapun tantangan lain yang dihadapi ke depan yaitu permintaan untuk mengarahkan pariwisata ke arah yang berpihak pada lingkungan atau berbasis ramah lingkungan, seperti konsep green tourism.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement