SEJAK beberapa tahun terakhir, banyak masyarakat pengguna rokok konvensional beralih ke rokok elektrik atau vape. Banyak dari mereka yang menganggap vape lebih aman dan merupakan alternatif untuk perokok berat mengurangi penggunaan tembakau.
Namun ternyata, menurut Dokter Spesialis Paru Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) banyak orang yang tidak memahami bahwa vape ini tetap berbahaya.
"Yang namanya lebih aman bukan berarti tidak berbahaya, jadi itu bahasanya harus disampaikan ke masyarakat, bahwa istilah lebih aman tetap berbahaya," ujar Prof Agus saat dihubungi MNC Portal pada Selasa (2/1/2024).
Prof Agus menyampaikan di dalam vape maupun rokok konvensional ada tiga persamaan, persamaan inilah yang menimbulkan masalah pada kesehatan.

"Pertama sama-sama mengandung nikotin, tentu dapat menyebabkan adiksi dan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Nikotin bisa menginduksi kelainan vaskuler atau penyempitan pembuluh darah sehingga risikonya jantung dan stroke menjadi meningkat," tuturnya.
Meskipun di dalam vape tidak mengandung tar, tapi ada kandungan karsinogen yang merupakan penyebab kanker. Banyak orang yang salah kaprah, bahwa tidak adanya kandungan tar di dalam vape lebih aman. Padahal karsinogen di dalam vape juga berbahaya.
"Ternyata studi terbaru di vape ini memang banyak mengandung bahan karsinogen walaupun nggak ada tarnya, dan ini terbukti menginduksi sel kanker. Studi di luar negeri pada hewan joba sudah ada publikasinya, yang menunjukkan ketika tikus dieksposur terhadap uap dari vape selama 54 minggu ternyata 22,5 persen jadi kanker paru, 50 persennya jadi kanker kandung kemih," katanya.
"Bayangkan kalau itu terjadi pada remaja kita, bertahun-tahun pakai vape bisa kena kanker. Hewan coba aja udah kena kanker, sama manusia nggak beda jauh pasti," ucapnya.