ENTOMOLOG Institut Pertanian Bogor, Prof. Damayanti Buchori menjelaskan bahwa penggunaan bakteri Wolbachia untuk menekan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dipastikan aman.
Namun mengingat upaya ini terbilang baru, maka diperlukan uji analisis risiko untuk mengetahui efektivitas dan dampak jangka panjang dari penerapan nyamuk berwolbachia terhadap manusia, hewan maupun lingkungan.
Selama proses analisis risiko, para peneliti mendiskusikan potensi-potensi apa saja yang kemungkinan terjadi jika dilakukan jangka panjang. Sehingga adapun yang menjadi fokus diskusi dalam menekan penurunan DBD ini yaitu risiko pada lingkungan, sosio kultural dan ekonomi, manajemen nyamuk dan public health.
“Pertama yang diidentifikasi adalah bahayanya. Bahaya apa yang akan terjadi di masa depan, dan itu kita identifikasi ada 56 bahaya. Kita juga tentukan waktunya. Akhirnya kita sepakat untuk memprediksi bahayanya dalam waktu 30 tahun kedepan seperti apa,” kata Prof Damayanti, dikutip dalam keterangan resmi yang didapat MNC Portal Indonesia beberapa waktu lalu.
Hasilnya menakjubkan, penerapan teknologi nyamuk berwolbachia yang dianggap dapat menurunkan penyakit DBD di Indonesia aman dilakukan, dan bahkan bisa dilakukan dalam jangka waktu 30 tahun ke depan. Karena risikonya dapat diabaikan.
Merujuk pada hasil baik tersebut, maka Peneliti Nyamuk ber-Wolbachia Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Adi Utarini atau kerap di sapa Prof Uut meyakini bahwa wolbachia adalah bakteri alami dan bukan rekayasa genetika.
Wolbachia juga aman untuk manusia, hewan dan lingkungan. Sehingga dapat diambil kesimpulan, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia siap untuk diperluas.
“Pelepasan (nyamuk ber-wolbachia) awalnya dilakukan dari wilayah kecil di tingkat dusun, dan di fase menentukan untuk menunjukkan bagaimana efeknya untuk penurunan dengue, akhirnya dilakukan pelepasan dalam skala luas di Kota Yogyakarta,” ucap Prof Uut.
(Leonardus Selwyn)