KISAH orang sakti suku Koto tidak akan bisa dimangsa buaya menjadi bagian dari warisan budaya dari etnis Minangkabau, Sumatera Barat. Berdasarkan cerita turun-temurun, buaya tidak akan memangsa suku ini meski mereka hanyut di sungai atau terdampar di muara.
Menghimpun berbagai sumber, Jumat (24/11/23), buaya dianggap sebagai penjaga suku Koto. Keistimewaan ini diyakini berasal dari perjanjian atau kebaikan yang dilakukan oleh para tetua suku Koto di masa lalu. Anak keturunan suku Koto tentu penah mendengar legenda ini.
Orangtua suku Koto terus menuturkan cerita tersebut ke anak-anaknya, “suku awak ko, ado karomahnya, awak indak ka dimakan buayo, karano buayo tuw palinduang orang suku Koto (suku kita ini, memiliki keistimewaan, orang yang bersuku Koto tidak akan dimakan oleh buaya, karena buaya adalah penjaga kita)"
BACA JUGA:
Asal-usul nama suku Koto sendiri berasal dari bahasa Sanskerta "kota," yang berarti benteng. Dahulu benteng ini terbuat dari bambu dan menjadi tempat pemukiman warga.
Seiring waktu, permukiman ini berkembang menjadi sebuah "koto" yang juga memiliki arti kota. Suku Koto awalnya merupakan satu kesatuan dengan suku Piliang. Padatnya populasi membuat suku ini dimekarkan menjadi Suku Koto dan Suku piliang
Perkembangan populasi membuat suku ini dibagi menjadi dua yaitu suku Koto dan suku Piliang.
Pemimpin suku Koto terdahulu adalah Datuk Katumangguangan. Dia menganut aliran aristokratis militeris.
BACA JUGA:
Falsafah suku Koto Piliang ini adalah "Manitiak dari Ateh, Tabasuik dari bawah, batanggo naiak bajanjang turun," yang berarti suku Koto mencoba menyelesaikan masalah dengan cara mengedepankan kepentingan dari atas dan bawah secara berkelanjutan.
Suku Koto memiliki sejumlah gelar bangsawan yang ditakuti. Gelar ini juga diberikan kepada sejumlah tokoh di Indonesia dan Malaysia.
Gelar tersebut yaitu Datuk Tumangguang yang diberikan kepada Ir. Tifatul Sembiring, Datuk Bandaro Kali yang diberikan kepada Dr. Rais, Datuk Panji Alam Khalifatullah diberikan kepada Taufik Ismail, Datuk Palindangan Nan Sabatang yang diberikan kepada Farid Anthon, dan beberapa gelar lainnya.
Demikian kisah orang sakti Suku Koto tidak akan bisa dimangsa buaya.
(Salman Mardira)