SEBANYAK 28 bayi prematur yang lahir di Gaza dievakuasi ke Mesir. Sebelumnya, bayi-bayi tersebut dirawat di Rumah Sakit Al Shifa, Palestina.
Kondisi ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi para bayi. Mereka punya risiko besar untuk mengalami gagal hidup saat proses evakuasi, karena keterbatasan alat medis yang amat sangat dibutuhkan.
Hal itu sangat dirasakan Lobna al-Saik, salah seorang ibu dengan bayi prematur di Gaza yang ikut dievakuasi ke Mesir. Ia khawatir kalau bayinya meninggal dalam proses evakuasi.
BACA JUGA:
"Mereka ini adalah anak-anak yang tidak bersalah, mereka bayi prematur," ujar Al-Saik, dikutip dari Reuters, Selasa (21/11/2023).
"Pesan saya hanya satu untuk dunia, yaitu 'cukup'," tambahnya penuh emosional.
Al-Saik menjelaskan bagaimana ia bertahan hidup dengan bayinya yang prematur di kala kondisi Palestina-Israel yang memanas.
Jadi, sebelum kondisi Palestina-Israel memanas, bayi Al-Saik memang sudah mendapat bantuan oksigen di RS Al Shifa. Bayi prematur itu membutuhkan oksigen tambahan karena alasan sulit bernapas setelah dilahirkan.
Dalam kondisi tersebut, Al-Saik mesti menerima kenyataan bahwa rumah sakit pun 'sekarat'. Ya, kondisi rumah sakit sangat tidak mendukung.
Rumah sakit kekurangan listrik, air, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Hal itu yang bikin bayi Al-Saik kehilangan berat badan dan jatuh sakit.
BACA JUGA:
"Tidak ada susu dan kondisinya semakin memburuk, ia kembali ke kondisi nol dan hidupnya hanya bisa bertahan dengan oksigen yang dipasangkan ke hidungnya," kata Al-Saik.
Di sisi lain, proses evakuasi sangat membuatnya lelah. Bayinya 'diestafet' dari satu ambulans ke ambulans lain.
Ya, bayi-bayi prematur Gaza dievakuasi dari RS Al Shifa menggunakan ambulans, lalu melewati perbatasan Rafah, baru akhirnya mencapai tujuan yaitu di Rumah Sakit Bersalin Al-Helal Al-Emairati di Rafah, Mesir.
Al-Saik dan para ibu bayi prematur Gaza lainnya mengaku lelah dengan proses itu, tapi bagaimana pun seorang ibu akan lakukan apapun demi kehidupan bayinya. Bahkan al-Saik harus meninggalkan anak-anaknya yang lain di Gaza.
"Saya bahkan tidak sempat memeluk anak-anak saya yang lain, karena saya tidak bisa meninggalkan bayi saya dalam keadaan seperti ini. Saya tidak mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga saya," ungkap al-Saik seraya air mata membanjiri pipinya.
"Sesuatu mungkin terjadi pada mereka, bisa saja mereka dibom dan saya tidak ada di dekat mereka," tambah Al-Saik terisak tangis.
(Dyah Ratna Meta Novia)