KEUNIKAN Desa Trunyan di Bali menarik untuk dikulik. Desa Trunyan merupakan salah satu desa tertua di Bali. Desa ini terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini terkenal karena tradisi pemakaman unik yang disebut mepasah.
Jenazah di Desa Trunyan tidak dikubur atau dikremasi, melainkan hanya diletakkan di bawah pohon Taru Menyan.
Menariknya, jenazah tersebut tidak mengeluarkan bau busuk karena aroma wangi dari pohon Taru Menyan.
Melansir journal.unhas.ac.id, Prosesi pemakaman mepasah diawali dengan pembersihan jenazah dengan air hujan lalu bagian tubuh dibungkus dengan kain putih. Jenazah kemudian diberikan kurungan anyaman dari bambu yang disebut ancak saji.

Jenazah yang dimakamkan secara mepasah adalah jenazah yang meninggal secara wajar, telah menikah, dan anggota tubuh lengkap.
Selain itu, jumlah jenazah di bawah pohon Taru Menyan tidak boleh lebih dari sebelas orang.
Dilansir dari laman simdos.unud.ac.id, bagi masyarakat Bali Trunyan, angka 11 merupakan angka tertinggi yang sakral dan merupakan puncak pencapaian spiritual. Angka 11 juga diyakini sebagai 11 tingkatan mulai dari dunia hingga nirwana.
Selain itu, wanita di Desa Trunyan dilarang memasuki kuburan. Hal ini dikarenakan wanita cenderung emosional dan dikhawatirkan terlalu sedih saat datang ke kuburan ini.
Masyarakat Trunyan percaya bahwa kesedihan yang terlalu dalam akan menghambat kembalinya roh menuju nirwana.
Mengutip dari buku Keunikan Desa Trunyan, Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, Asal usul nama Desa Trunyan berasal dari kata Taru Menyan, yaitu pohon kayu yang mempunyai bau harum. Kayu tersebut diyakini seorang Dewi yang disebut Ida Ratu Ayu Dalem Pingit.
(Rizka Diputra)