Pada hakikatnya, Bahasa Jawa telah menjadi bahasa ibu untuk masyarakat Jawa. Oleh sebab itu, di daerah yang kental dengan budaya Jawa, istilah lor untuk menunjuk arah sangat banyak ditemukan.
Menarik jauh ke belakang, konsep arah mata angin yang digunakan masyarakat Jawa ini telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram.
Melansir sumber lainnya, dataran Jawa diibaratkan sebagai lima titik jalan dimana di tengah adalah pusat kota atau pemerintahan.
Kemudian titik yang lain meliputi kulon (Barat), wetan (Timur), lor (Utara), dan kidul (Selatan) menjadi petunjuk arah yang digunakan dalam bahasa masyarakat biasa.
Istilah lor dan arah mata angin juga digunakan masyarakat Jawa untuk menunjukan tujuan perjalanan. Saat hendak pergi dari Semarang ke Jakarta contohnya.
Tidak jarang masyarakat Jawa akan mengatakan "Kula badhe ngulon" yang artinya "saya akan ke barat". Bagi yang sudah kenal dekat, mungkin akan paham maksud ngulon yang dituju, namun untuk masyarakat awam tentu tidak mengerti.
Arah angin kadang juga menjadi sebuah konotasi tertentu. Contohnya arah kidul atau selatan kerap dikonotasikan sebagai tempat prostitusi yang pada zaman dahulu banyak terdapat di pantai wisata wilayah selatan.
Selain itu, kidul bisa juga untuk mengkonotasikan keterbelakangan dimana zaman dahulu wilayah di selatan Sungai Opak sangat sulit untuk berkembang.
Sebaliknya, arah lor mengkonotasikan kesan yang baik karena di wilayah utara banyak kegiatan pendidikan, pekerjaan, dan kegiatan lain.
Jadi, itulah alasan kenapa orang Jawa menggunakan lor untuk arah.
(Hafid Fuad)