"Hasil dari proses terkendali ini pada akhirnya terciptalah masakan tempe. Mesin ini menjalankan seluruh proses mulai dari kedelai hingga tempe, sehingga menawarkan kualitas yang konsisten kepada konsumen dan lebih sedikit pekerjaan," tutur Kenneth.
Dia dan Davrell sendiri senang mesin pembuat tempe tersebut mendapatkan apresiasi yang positif selama pameran di Austria. Mereka semakin bangga karena Binus School Simprug berencana memasarkan mesin pembuat tempe itu ke Eropa.
"Kami akan bekerja sama dengan beberapa industri untuk memasarkan mesin ini. Kami perkirakan harganya tidak lebih mahal dibanding air fryer yang kisaran harganya Rp4 juta. Di bawah harga itu mungkin," ucap Dr Rinda Hedwig.
(Leonardus Selwyn)