KABUPATEN Tana Toraja di Sulawesi Selatan punya banyak keunikan. Selain terkenal dengan tradisi kuburan batu dan mengawetkan jenazah manusia, Toraja juga disebut-sebut sebagai daerah tanpa buaya.
Karena diyakini tidak ada buaya, maka masyarakat tidak perlu takut saat mandi atau bermain di tepi sungai di Toraja.
Alasan buaya tidak ditemukan di Toraja konon berkaitan dengan kisah cerita legenda di mana orang Toraja sudah bersumpah tidak mengganggu buaya dan sebaliknya. Sumpah itu dilontarkan oleh Polopadang, pemilik kebun yang tinggal di Bukit Sarira dahulu kala.
Dalam legenda disebutkan bahwa Polopadang menikahi seorang bidadari bernama Indo’ Deatanna. Bidadari itu ketahuan mencuri buah di kebun Polopadang, sehingga ia harus menikah dengan Polopadang untuk bertanggung jawab.
Dari pernikahan tersebut, keduanya memiliki seorang putra bernama Paerunan. Polopadang berjanji kepada Indo’ Deatanna untuk tidak mengatakan perkataan kasar setelah menikah.
BACA JUGA:
Namun, Polopadang melanggar janjinya. Dia mengatai anaknya dengan sebutan sebutan Pepayu (kata kasar dalam bahasa Toraja). Mendengar hal itu, Indo’ Deatanna membawa anaknya pergi dari rumah dan kembali ke kayangan.
Popopadang menyadari kesalahannya. Dia ingin mengejar istri dan anaknya ke kayangan, tetapi ia hanyalah manusia biasa. Menangislah ia sepanjang hari sampai seekor kerbau putih datang menghampirinya.
Kerbau putih itu mengantarkannya sampai ke tepi laut untuk menuju cakrawala. Sampai ditepi laut, kerbau putih itu meminta Polopadang berjanji tidak memakan daging kerbau putih sebagai bayarannya.
Namun, Polopadang kembali menangis karena tidak dapat berenang menyusuri lautan. Datanglah seekor buaya yang bersedia mengantarkan Polopadang menuju cakrawala. Sebagai bayarannya, Polopadang harus berjanji supaya masyarakat Toraja tidak menyakiti buaya dan sebaliknya.

Perjanjian Polopadang dan buaya menjadi mitos yang dipercayai sebagai alasan biasa tidak ditemukan di Toraja.
Terlepas dari mitologi, Toraja terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600-2800 meter diatas permukaan laut. Hal ini membuat iklim Toraja cenderung sejuk. Kondisi seperti ini tidak cocok untuk buaya yang umumnya hidup di air tawar dan beriklim tropis.
Demikian kisah legenda di balik tidak adanya buaya di Tana Toraja.
(Salman Mardira)