Kunjungan itu berasal dari sekolah-sekolah yang sedang melaksanakan studi kunjungan untuk memperkenalkan dan belajar mengenai simbol kerukunan beragama di Bali.
Bangunan rumah ibadah di Puja Mandala berdiri kokoh berdampingan tanpa sekat, menjadi bukti nyata toleransi beragama di Pulau Dewata.
Dibangun di pelataran bukit, sekilas kelima bangunan itu memiliki ketinggian sejajar, yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status dalam beragama di area tersebut.
Karena berada di satu area yang sama, tidak jarang terdapat momen keagamaan yang pelaksanaan ibadahnya juga dilaksanakan secara bersamaan.
Pada Tahun 2021 terdapat satu waktu perayaan yang bersamaan. Tepatnya pada 13 Mei 2021, Hari Raya Idul Fitri bagi kaum Muslim bersamaan dengan Hari Kenaikan Isa Al-Masih bagi penganut agama Kristen.
Biasanya Masjid Agung Ibnu Batutah menggelar Shalat Idul Fitri di lapangan karena jumlah jamaah yang cukup banyak, sehingga ruang di dalam masjid tidak cukup menampung. Namun pada saat itu kebijakan PPKM COVID-19 masih diberlakukan sehingga pelaksanaan Shalat Idul Fitri menjadi terbatas di dalam masjid saja.
Momen perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Kenaikan Isa Al-Masih secara bersamaan tersebut tak menjadikannya sebuah konflik, namun para pengelola justru saling berkoordinasi untuk menemukan jalan tengah.
Pihak Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Segala Bangsa dan Gereja Kristen Protestan Bukit Doa memberikan kesempatan kepada Umat Islam untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri di pagi hari terlebih dahulu, baru kemudian Umat Kristiani melakukan ibadah misa setelahnya.
Untuk menyatukan, mereka memiliki grup WA paguyuban antarumat beragama kompleks Puja Mandala. Jadi apapun yang mereka lakukan selalu dalam koordinasi dan kerja sama yang erat
Bentuk toleransi dan kerukunan beragama di kompleks Puja Mandala ini terasa secara nyata, umat dari masing-masing agama saling bergotong royong dan membantu, sehingga menciptakan damai bagi setiap manusia.
(Salman Mardira)