KERETA API (KA) menjadi salah satu moda transportasi yang memudahkan mobilitas manusia dalam perjalanan jauh. Tentu dalam menggunakan kereta api ada beberapa stasiun yang dijadikan sebagai pemberhentian dan transit perjalanan.
Beberapa stasiun memiliki sejarahnya sendiri bahkan menjadi bangunan bersejarah pada masa penjajahan di Indonesia, seperti Stasiun Sudimara yang memiliki sejarah kelam terkait tragedi kecelakaan memilukan.
Mengutip laman KAI, Stasiun Sudimara adalah stasiun kereta api kelas III, terletak di Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan.
Awal mula dibangun oleh Burgerlijke Openbare Werken/BOW (kini Kementerian PU) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jenderal yang dimuat dalam Lembaran Negara (Staatsblad) Nomor 180 tanggal 15 Juli 1896.
Dalam proyek ini, jalur yang dibangun BOW Batavia meliputi Zuid-Duri, dengan cabang menuju Tangerang dan Duri-Tanah Abang-Sudimara-Rangkasbitung-Merak-Anyer Kidul. Pemberhentian Sudimara (Stopplaats) dibuka bersamaan dengan pembukaan jalur Tanah Abang-Rangkasbitung pada 1 Oktober 1899.
Awalnya Stasiun Sudimara memiliki 4 jalur, dengan jalur 2 merupakan jalur lurus. Jalur 2 dan 3 biasanya digunakan untuk lalu lintas kereta api dan perlintasan, sedangkan jalur 1 terkadang digunakan untuk menyimpan atau menstabilkan jalur gerbong barang.
Namun, diperkirakan pada awal era 1990-an, rel di Stasiun Sudimara berubah hanya dengan 3 jalur, serta posisi jalur yang diubah.
Pada awal tahun 2000-an, stasiun ini memiliki total 3 jalur, dengan jalur 1 (sebagai jalur lurus) dan jalur 2 (sebagai jalur belokan) untuk menyalip dan menyeberang, serta jalur 3 digunakan untuk menyalip kereta api.
Sejak beroperasinya jalur ganda di jalur Tanah Abang-Serpong 4 Juli 2007, tata letak stasiun dirombak dengan menambah jalur 2 sebagai jalur langsung baru.
Bangunan lama dan Ruang Pengendalian Penumpang Kereta Api (PPKA), yang merupakan warisan dari Staatsspoorwegen masih dipertahankan dan masih digunakan hingga sekarang.