KOTA Padang Panjang dikenal sebagai Serambi Makkah-nya Sumatera Barat. Bahkan saat memasuki kota ini, di pintu gerbangnya Anda akan disambut dengan gapura ‘Selamat Datang di Padang Panjang Kota Serambi Makkah’. Lalu, dari mana asal usul julukan Serambi Makkah?
Julukan Serambi Makkah bukan hanya dimiliki Aceh sebagai provinsi yang menjalankan syariat Islam. Tapi, Padang Panjang juga punya sebutan serupa karena memang kota seluas 23,0 kilometer ini juga terkenal dengan kehidupan masyarakatnya yang religius.
Padang Panjang juga disebut sebagai Mesir Van Andalas atau Egypte Van Andalas alias Mesir di Sumatera, karena jadi pusat pendidikan Islam sejak dulu. Ada banyak pondok pesantren di kota ini.
Menurut sejarah, dahulu Padang Panjang bagian dari wilayah kekuasaan Tuan Gadang di Batipuh. Pada awal abad ke-18 kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu pos pertahanan sekaligus jalan keluar untuk menundukkan Kaum Padri yang menguasai Luhak Agam saat itu.
Karena akses yang mudah dilalui, Belanda membuka jalan baru untuk menuju Padang. Hal ini dilakukan untuk menggantikan akses Kubang XIII atau Kabupaten Solok yang sulit untuk dilalui.
Padang Panjang sempat dijadikan pusat pemerintahan Sumatera Tengah, ketika Padang diduduki Belanda pada agresi militer tahun 1947.
Menyesuaikan aturan ketua PDRI pada 1 Januari 1950, Padang Panjang dijadikan sebagai tempat kedudukan Wedana yang mengatur kecamatan X Koto.
Seiring jalannya waktu, Padang panjang resmi ditetapkan menjadi kota kecil Padang Panjang, yang tertera dalam UU Nomor 8 tahun 1956.
Disebut sebagai Serambi Makkah karena Padang Panjang menjadi pelopor berkembangnya pendidikan Islam modern di Sumatera di awal abad 20.
Di kota Padang Panjang ini juga banyak dijumpai sejumlah pesantren seperti, Pesantren Thawalib Padang Panjang, Pesantren Harakatul Quran, dan Pesantren Al-fatah, merupakan pesantren terkenal di Padang, Sumatera Barat.
Bahkan beberapa tokoh agama lahir dan memiliki keturunan Minangkabau seperti, Prof.Dr.H.Abdul Malik Karim Amrullah, atau Hamka merupakan mubalig, sastrawan, dan pengajar. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua MUI dan pemikir Islam terkemuka di Asia Tenggara.
(Salman Mardira)