BERITA tentang aturan perzinaan dan kumpul kebo (kohabitasi) di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, menuai kontroversi. Ini karena dinilai akan berdampak pada kedatangan wisatawan mancanegara.
Beberapa tokoh pun ikut bersuara mempertanyakan mengapa pemerintah terlalu masuk dalam urusan privat (kehidupan seksual) dari masyarakatnya. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno meminta para wisatawan khususnya wisatawan mancanegara (wisman) tidak ragu berkunjung ke Indonesia, berkaitan dengan pengesahan KUHP Baru.
"Pemerintah RI tetap berpedoman bahwa ranah privat masyarakat termasuk wisatawan akan tetap terjamin sehingga kenyamanan dan keamanan ranah pribadi wisatawan selama berwisata di Indonesia senantiasa dijaga," ungkap Sandi melalui keterangan tertulisnya (Okezone, Senin 12/11/2022).
Industri perhotelan, kata Sandiaga, telah diberi pengarahan dan pihaknya akan memfasilitasi segala potensi kesalahpahaman. "Pihak hotel dipastikan selalu menggaransi kerahasiaan data-data wisatawan yang menginap," jelas Menparekraf Sandiaga Uno.
Saat ini pemerintah bersama semua pihak terkait sedang menyusun aturan detail dan SOP aktivitas wisata yang dapat menjamin keamanan serta kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
Di samping itu, sosialisasi terus dilakukan tidak hanya ke kalangan pariwisata namun juga ke wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara agar tidak terjadi salah tafsir atau kesalahpahaman terhadap KUHP ini.
Lebih lanjut, Sandi menambahkan, pihaknya terus memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk terus melakukan sosialisasi terhadap Undang-undang yang baru akan efektif berlaku pada 3 tahun lagi yaitu tahun 2025 mendatang, terutama terhadap negara-negara pasar wisatawan mancanegara, sehingga para wisatawan ini tidak akan ragu berkunjung ke Indonesia.
"Industri pariwisata sangat menghormati hal-hal bersifat pribadi yang dilakukan dengan bertanggung jawab," tambah Menparekraf.
Sandiaga Uno menambahkan, "Sebenarnya tidak ada perubahan substantif terkait pasal tersebut jika dibandingkan Pasal 284 KUHP lama. Perbedaannya hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu. Ancaman hukuman baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan."
Aturan KUHP baru mengatur pihak yang dapat mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, sedangkan bagi orang yang tidak terikat perkawinan adalah orangtua atau anaknya. Sehingga, tanpa adanya pengaduan oleh orang yang sah secara hukum, maka tidak ada pihak yang berhak melakukan tindakan hukum.
Dengan adanya ketentuan tentang siapa yang boleh membuat pengaduan ini, semestinya membuat wisatawan mancanegara tidak perlu takut untuk datang ke Indonesia. Sebagai orang lain, masyarakat seperti tetangga, teman yang karena iri, bahkan ketua RT sekalipun, tidak dapat membuat aduan.
Bahkan aduan mengenai perzinaan dan kumpul kebo yang diajukan oleh suami/istri, orang tua/anak lebih lanjut juga dalam prosesnya memiliki ruang yang sangat fleksibel untuk dapat ditarik kembali sepanjang belum masuk ke persidangan. Selain itu, hukuman bagi perzinaan ini juga relatif ringan dengan ancaman hukuman alternatif, yakni pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Rp10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah).
Sedangkan untuk kumpul kebo atau hidup bersama diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Rp10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah). Hal ini berarti, seseorang hanya dapat dikenai hukuman penjara saja atau denda saja, tergantung bagaimana Hakim memutus. Ketentuan-ketentuan ini seharusnya dapat menepis isu dan menghilangkan ketakutan bagi wisatawan mancanegara yang akan masuk ke Indonesia.
Adapun bunyi lengkap dari Pasal Perzinaan dan Kumpul Kebo di KUHP baru adalah sebagai berikut :
Pasal 411
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Pasal 412
(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
c. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
d. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
(Siska Maria Eviline)