Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Jelajahi Masjid Tertua di Malang yang Dibangun Pengikut Pangeran Diponegoro Pada Abad 18

Avirista Midaada , Jurnalis-Minggu, 10 April 2022 |19:05 WIB
Jelajahi Masjid Tertua di Malang yang Dibangun Pengikut Pangeran Diponegoro Pada Abad 18
Masjid Tertua di Malang (dok MPI/Avirista)
A
A
A

Dari situlah kemudian KH. Hamimmuddin itu memulai aktivitas dakwahnya sebagaimana pesan dari Pangeran Diponegoro yang harus terus menyebarkan agama Islam dimanapun laskarnya berada. Hamimmuddin memulai membuat bangunan kecil berupa gubuk untuk memulai syiar agama islam kepada warga sekitar Singosari saat itu.

"Daerah ini saya bilang masih hutan belantara, dia (KH. Hamimmuddin) bikin gubuk karena terbuat dari bambu dari gedek dari daun-daunan kecil, untuk mengajar mengaji dan salat. Bangunan kecil itu dipakai untuk mengajar ngaji di lingkungan orang-orang yang mayoritas Hindu, memang orang-orang agama Hindu datang jauh lebih dulu di sini, sehingga kerajaan-kerajaan yang ada dulu adalah kerajaan Hindu," ungkap.

Menurutnya, saat islam mulai dikenalkan oleh pengikut Pangeran Diponegoro, agama Hindu-lah yang mendominasi masyarakat yang dianutnya. Maklum pengaruh Kerajaan Singasari yang runtuh di abad 13 masih sangat terasa.

"Kerajaan Singasari itu di sini dibangun abad 12, punahnya abad 13, dan ini masuk abad 18. Jadi artinya sudah sekitar lima ratusan tahun kemudian," kata dia.

Pelan-pelan tapi pasti agama baru itu disebut Moensif menyebar meluas ke beberapa daerah di sekitar Singosari kala itu. KH. Moensif menyebut, faktor mudahnya tersebar dan diterima masyarakat karena agama Islam tidak mengenal kasta - kasta sebagaimana di agama Hindu. Hal ini yang memicu masyarakat utamanya golongan sudra atau rakyat bawah, tertarik belajar agama baru saat menerima informasi tersebut.

"Di luar dugaan kyai Hamimuddin, karena rupanya setelah itu orang berbondong-bondong, sebab musababnya agama Hindu mengenal empat kasta dari brahmana yang tertinggi sampai sudra yang terendah," ungkap tokoh ulama berusia 87 tahun ini.

Selama mendakwahkan agama Islam ini KH. Hamimmuddin mengajarkan cara-cara beribadah salat, ngaji, bersujud. Dari cara ibadah melalui salat di rukuk dan sujud inilah muncul kata Bungkuk, yang berasal dari kata kerja serapan bahasa Jawa, yang berarti posisi tubuh agak ditekukkan ke depan. Maka ketika orang-orang yang masih beragama Hindu melihat cara peribadahan islam yang mudah dan tidak membeda-bedakan kasta menjadikan ketertarikan.

"Kiai Hamimuddin mengajar, di sana ngajar ngaji, ngajar salat, di sana wong bungkuk bungkuk. Iya nggak tahu aktivitas apa, tahunya gini wong bungkuk - bungkuk (rukuk - rukuk, rukun salat), yang rupanya sampai sekarang dilestarikan wilayah ini namanya wilayah Bungkuk," terangnya..

Istilah bungkuk pun kian populer digunakan masyarakat dan terdengar dari mulut ke mulut. Agama Islam menyebar dengan cepat karena ketiadaan kasta layaknya di agama Hindu. Masyarakat Singosari saat itu menyebutnya bungkuk, agar mudah mengistilahkan ajaran agama baru yang dibawa oleh KH. Hamim.

infografis

BACA JUGA:Momen Menegangkan Pramugara Alami Turbulensi di Udara, Barang Terpelanting hingga Penumpang Histeris

Mereka disebut KH. Moensif lantas melabeli daerah tempat KH. Hamimmuddin mengajarkan agama Islam sebagai istilah bungkuk. Dari situ awal muka bungkuk dikenal dan kian mendatangkan banyak santri-santri dari berbagai kalangan yang tinggal di Singosari.

"Merasa santri makin lama makin banyak mulailah dibangun gedung masjid yang lebih luas, Kalau awalnya berupa gubuk saja, dari bambu, dari daun-daun, kemudian sudah nggak bisa nampung lagi. Dipikirlah sebuah bangunan yang lebih semi permanen, sudah ada bata, ada kayu, ada genteng, karena sudah dimulai genteng itu maka harus ada penyangga kuda-kuda dan ada tiang itu zamannya kiai Hamimuddin, ketika santri sudah mulai makin lama makin banyak," paparnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement