TEMANGGUNG - Warga di Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung menggelar festival domba.
Festival unik warga kaki Gunung Sumbing ini juga diikuti oleh peserta dari luar daerah, salah satunya dari Sleman.
Festival domba menjadi event tahunan ini menjadi salah satu siasat untuk menggerakkan roda perekonomian desa ketika musim panen raya tembakau telah selesai.
Desa ini terus berbenah setelah menjadi Desa Wisata Kampung Mbako. Perekonomian desa setempat didorong tak hanya mengandalkan penghasilan dari tembakau semata.
Kepala Desa Tlilir Fatkhur Rohman mengatakan, festival domba telah memasuki tahun ke-2 penyelenggaraan.
Meski belum diketahui secara jamak dan populer, seperti event karapan sapi di Pulau Madura atau Pacu Jawi di Sumatera Barat, akan tetapi marwah untuk menggali event berbasis kearifan lokal terus dilestarikan.
“Sudah hampir tujuh tahun warga Desa Tlilir melupakan tradisi ternak domba, karena warga lebih fokus pada usaha tembakau. Dan event ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas domba yang dipelihara dan diternak masyarakat,” kata Fatkhur Rohman.
Dengan beternak domba, artinya warga desa yang berada di ketinggian 1100 mdpl ini dapat menopang perekonomiannya ketika hasil panen tembakau kurang menguntungkan.
“Dari festival domba, kami dari pemerintah desa dan kelompok tani berharap wawasan, dan edukasi masyarakat tentang ternak domba semakin bertambah tiap tahun,” katanya.
Festival domba tahun ini diikuti dari berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Kehadiran para peserta lintas kabupaten, ternyata mendatangkan berkah bagi para pelaku UMKM di Desa Tlilir. Sekitar 40 pelaku UMKM yang turut ambil bagian dalam festival domba itu.
Masing-masing pelaku UMKM mengaku mendapat penghasilan Rp4 juta. Ini artinya, di desa Tlilir saat menggelar festival domba telah terjadi perputaran rupiah mencapai Rp160 juta.
Bondan, salah satu peserta dari Condong Catur, Kabupaten Sleman menyatakan, harus diakui festival atau kontes domba dapat menjadi pemantik pergerakan ekonomi, terutama dari kalangan peternak domba.
“Akan semakin bagus lagi jika ada festival sejenis untuk sebagai pembanding,” kata Bondan.
Yang menarik dalam festival domba tahun ini, adalah domba milik Haji Suhadi, asal dusun Kiyayu, desa Tlilir, yang memiliki bobot 153 kilogram menyabet juara untuk kelas domba jantan campuran tidak bertanduk. Bahkan harganya langsung meroket menjadi Rp100 juta.
Padahal Haji Suhadi mengaku, awal membeli domba tersebut hanya Rp40 juta. Sebelum menjadi juara di festival domba tersebut, pernah ditawar Rp50 juta. Meski telah mendapat tawaran Rp100 juta, Haji Suhadi belum mau melepasnya.
(Kurniawati Hasjanah)