Sementara itu, kata Hery, MRI/US fusion-guided targeted biopsy berhasil meningkatkan angka deteksi kanker prostat yang signifikan sebesar 30 persen dari biopsi standar dan menurunkan diagnosis kasus insignifikan atau low-risk sebesar 89,4 persen. "Dibandingkan dengan USG, MRI lebih baik dalam membedakan jaringan prostat abnormal dari jaringan normal," ujar dia.
Meski hanya diderita oleh pasien laki-laki, kanker prostat telah menjadi salah satu kanker dengan kasus terbanyak di dunia. Di Indonesia sendiri, pada 2018, sebanyak 7,1 persen dari total kasus kanker adalah kanker prostat, kata Hery mengutip data Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO).
Adapun gejala-gejala kanker prostat, kata Hery, di antaranya terlalu sering buang air kecil, pancaran kencing lemah, disfungsi ereksi, hingga buang air kecil yang disertai darah.
"Angka kejadian memang paling banyak pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun. Sangat jarang ditemukan di bawah 50 tahun. Namun jika ada kondisi-kondisi tertentu, merasakan gejala tertentu, dan disertai adanya faktor risiko seperti riwayat keluarga, bisa (lakukan) deteksi di usia lebih muda," kata Hery.
(Martin Bagya Kertiyasa)