BUSANA berbahan rajutan sama populernya dengan kegiatan merajut yang digemari di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Tidak ada yang mengetahui secara pasti sejarah dan asal-usul lahirnya teknik merajut dan menjadikannya sebagai bahan busana.
Salah satu artikel di situs Komunitas Pengrajin Kreatif Indonesia pada 20 Maret 2021 menyebutkan, salah satu petunjuk mengarah ke Mesir, di mana pada tahun 1000 Masehi ditemukan sepasang kaus kaki berbahan katun dengan motif rajutan. Setelah penemuan itu, beberapa kalangan dan peneliti meyakini teknik merajut yang berkembang hingga saat ini berasal dari Timur Tengah.
Banyak yang menduga, teknik ini bertahan, berkembang, dan diminati banyak kalangan hingga saat ini karena kelebihannya. Bisa diolah menjadi berbagai desain, dikenakan dalam banyak kesempatan, serta nyaman untuk berbagai usia dan kalangan.
Seorang yang sangat menggemari rajutan, desainer Dwi Iskandar yang berkarya dari Bali menilai salah satu kelebihan bahan rajutan adalah bisa diolah sesuai keinginan.
"Tergantung pemakaian sih, tapi cenderung lebih kasual ketika dikenakan. Saya suka (busana rajutan) yang warna-warni, tentunya bentuknya tidak pasaran. Bahan rajutan bisa dibikin sesuai dengan kemauan, baik dari sisi motif dan warnanya," kata Dwi Iskandar kepada MNC Portal, Minggu (4/7/2021).
Salah satu brand ternama di dunia yang fokus mengembngkan busana berbahan rajutan, Noir Sur Blanc, mengkhususkan pada knitwear atau baju rajut dengan desain yang sederhana, santai, dan tidak perlu diragukan lagi tetap mengikuti mode.