Hari Disabilitas Internasional diperingati di tengah Pandemi Covid-19 yang menjadi keprihatinan tersendiri. Pandemi Covid-19 memberi efek luar biasa untuk anak-anak disabilitas. Mereka mesti menghadapi beratnya hidup dua kali lipat dari sebelumnya.
Hal ini dialami seorang anak berkebutuhan khusus bernama Rafael. Putra dari Franscheska Eliza itu berusia 9 tahun dan dia mengalami gangguan spektrum autisme, gangguan hiperaktif, defisit perhatian, kecemasan, dan masalah sensorik.
Menurut laporan New York Times, sebelum pandemi muncul, Rafael mengikuti program di Bedford, Mass., sekolah umum yang dirancang khusus untuk anak autis, untuk pertama kali. Ia mulai 'sekolah' pada Maret 2020.
Di awal kegiatan semua berjalan dengan baik. Namun, semua itu berubah saat pandemi Covid-19 mulai menyerang dunia. Status 'kedaruratan global' yang dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun memperburuk keadaan.
"Awal pandemi Rafael senang di rumah terus, karena dia merasa tidak harus bangun pagi untuk sekolah. Sampai akhirnya sekolah diliburkan dan saya harus jadi gurunya dan karena itu terjadi perubahan sikap, Rafael jadi sangat agresif," curhat Eliza.
Baca Juga : Alasan Orang Positif Covid-19 Tak Lapor Diri
Buruknya, masalah perilaku sejak Rafael kecil diterangkan Eliza muncul kembali. "Rafael tidak menganggap saya gurunya dan dia jadi sangat agresif, parahnya dia mulai memukuli saya," keluh Eliza.
Dokter anak yang menangani Rafael pun menjelaskan bahwa pandemi ini memberi efek buruk pada anak-anak berkebutuhan khusus. "Saya melihat banyak perlambatan kemajuan perkembangan di masa pandemi ini," terang dokter anak yang menangani Rafael, Dr Eileen Costello, Kepala Pediatri Rawat Jalan di Boston Medical Center. Tidak hanya itu, banyak anak-anak yang sulit berinteraksi dengan orang lain padahal itu sangat penting untuknya.
Sementara itu, Dokter Anak Perkembangan dan Perilaku di Boston Medical Center Dr Marilyn Augustyn mengatakan bahwa banyak anak memiliki masalah akademis dan sosial selama di rumah efek pandemi. "Anak-anak dengan kebutuhan khusus mengalami tantangan yang besar di masa pandemi ini dan itu diperburuk adanya risiko Covid-19," terangnya.
Di masa pandemi ini, beberapa anak tidak mendapatkan terapi, tidak masuk kelas, dan beberapa orangtua memutuskan untuk menghentikan pengobatan atau tidak melanjutkan program sebelumnya.
Di sisi lain, Dr Jenny Radesky, asisten profesor pediatri di Michigan Medicine C.S. Rumah Sakit Anak Mott di Ann Arbor berkata, selama pandemi beberapa anak menunjukkan ledakan amarah, episode menangis intens, dan kesulitan mengontrol emosi.
(Helmi Ade Saputra)