MEMASUKI era new normal, sejumlah daerah di Indonesia telah membuka kembali objek wisata yang sempat ditutup akibat pandemi Covid-19. Ambil contoh DKI Jakarta.
Sejak 8 Juni 2020, Pemprov DKI telah mengeluarkan SK untuk membuka kembali sejumlah objek wisata outdoor dan museum. Bahkan, Sabtu 20 Mei 2020, wahana bermain di ibukota seperti Ancol, TMII, dan Taman Marga Satwa Ragunan pun resmi dibuka.
Hal ini tentu membawa angin segar bagi para traveler yang sudah bosan berdiam diri di rumah selama lebih dari dua bulan. Tak terkecuali bagi Johannes Randy.
Traveler asal Solo ini tidak menampik bahwa dirinya juga sudah sangat ingin liburan ke sejumlah daerah di Indonesia untuk sekadar melepas rasa penat, dan kembali menikmati kuliner favoritnya.
Kendati demikian, Randy mengaku bahwa di masa transisi ini dia masih menahan diri, mengingat kurva penularan Covid-19 di Indonesia masih terbilang tinggi. Bahkan, beberapa daerah termasuk Jawa Timur kini ditetapkan sebagai zona merah seperti Jakarta.
"Kalau dibilang kangen, ya kangen ingin jalan-jalan ke luar rumah. Sebetulnya yang bikin kangen itu ketemu dan berinteraksi dengan orang lain," kata Randy saat dihubungi Okezone.
Lebih lanjut Randy menjelaskan, dalam kondisi yang serba tidak pasti ini, di mana angka kematian akibat Covid-19 masih terbilang tinggi, rasanya tidak bijak bila memaksakan kepentingan pribadi tanpa mengindahkan kepentingan orang banyak.
"Kurva kasusnya (Covid-19) masih tinggi. Saya sendiri sampai gak ada kepikiran untuk traveling. Rasanya gak masuk akal. Bisa dibilang orang-orang yang nekat traveling di tengah pandemi Covid-19 itu antara narsistik atau psikopat," kata Randy.
Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan, beberapa waktu lalu Randy mengaku sempat membaca sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa orang-orang yang nekat keluar rumah di saat pandemi, diklaim memiliki gangguan psikis dan memiliki potensi menjadi psikopat.
"Pasti ada alasan orang yang nekat keluar rumah dalam kondisi ini. Ada alasannya secara psikologis. Menurut saya pribadi, kalau ada orang yang memaksakan traveling apalagi sampai ke luar negeri, sepertinya ada yang salah di otak mereka," ungkapnya.