Di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), terdapat dugaan bahwa tingkat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih sama banyaknya dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau laporan kasus KDRT turun, bisa jadi karena work from home (WFH) dan PSBB yang membuat korban kekerasan kehilangan akses untuk melaporkan kasus KDRT.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan dalam Rumah Tangga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ali Khasan mengatakan, pihaknya dalam setiap kesempatan mendorong lembaga penyedia layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan petugas layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk pro aktif dalam menjemput bola kasus KDRT di wilayah mereka. "Jangan hanya pasif menunggu laporan datang, tapi harus pro aktif."
Seperti dilansir dari website Kemen PPPA, Psikolog sekaligus perwakilan Pusat Pelayanan Dan Perlindungan Keluarga Cilegon (P3KC) Kota Cilegon, Kurniatin Koswara menjelaskan, pola pelaporan kasus dengan lebih pro aktif dalam menjemput bola kasus KDRT merupakan salah satu solusi terbaik saat ini.
“Kami di sini melakukan pola pelayanan menjemput bola berjejaring dengan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Kader RT/RW, Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam), Bintara Pembinaan Desa (Babinsa), dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang lebih jeli melihat potensi terjadi KDRT dan Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di daerahnya," ujar Kurniatin belum lama ini.
Kemudian kasus tersebut dibawah ke kabupaten/kota untuk diselasaikan di tingkat kabupaten/kota. Untuk teknisnya, pada masa pandemi ini juga tetap melakukan penjemputan dengan Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak (MOLIN) dengan tetap memperhatikan dan memastikan pemenuhan protokol kesehatan Covid-19, baik bagi petugas pelayanan maupun perempuan korban kekerasan.
“Mungkin, bagi sebagian besar keluarga WFH dan PSBB merupakan hal yang biasa saja atau bahkan menyenangkan karena bisa berkumpul bersama keluarga. Akan tetapi untuk keluarga yang rentan, kebijakan pada masa pandemi ini merupakan suatu hal yang mengerikan atau bahkan membahayakan nyawa mereka," terang Kurniatin.
Baca Juga : Cegah Covid-19, Bawa 4 Keperluan Pribadimu Sendiri saat ke Kantor
Bagi keluarga rentan, lanjut Kurniatin, KDRT dan KtP seakan menghantui mereka saat beraktivitas di rumah sepanjang hari. "Oleh karena itu, saya pribadi sangat setuju dengan pola menjemput bola ini karena kita memberikan kemudahan akses bagi perempuan korban KDRT dan KtP untuk melaporkan kasusnya saat pandemi sekarang ini.”
Sementara itu, Ratna seorang penyintas KDRT mengakui, sangat mengerikan bersama suami yang suka melakukan kekerasan. "Rasanya memang ingin keluar rumah saja kalau suami mulai kumat dan melakukan kekerasan. Berkumpul dengan pelaku KDRT memang menyiksa jiwa, jadi lebih baik pisah saja."
(Dyah Ratna Meta Novia)