MENJELANG hari Ibu, Aya (nama samaran) sibuk memilih kado sebagai tanda kasih sayang kepada ibunya yang merupakan pasien virus corona (COVID-19) asal Mesir. Negara tersebut mengumumkan kasus COVID-19 pada pertengahan Februari, namun kasus-kasus baru bermunculan secara tetap pada pekan pertama bulan Maret. Sejauh ini, lebih dari 1.500 orang di Mesir telah terinfeksi dan setidaknya 103 orang meninggal dunia akibat virus corona.
Perempuan 33 tahun ini mengisahkan bagaimana beratnya dia harus kehilangan orang yang dicintainya pada saat hari yang istimewa. “Saya mau memelukmu Ibu, tapi tidak bisa, “ ujar Aya dilansir dari BBC Indonesia, Selasa (14/4/2020),
Saat itu, kondisi kesehatan ibunya menurun drastis selama seminggu terakhir, namun ia tidak pernah berpikir untuk kehilangan ibunya. Perempuan itu menceritakan bahwa ia langsung pingsan saat mendengar kabar duka itu.
"Saya bilang ke saudara saya bahwa dia berbohong (mengatakan ibu meninggal) karena sebelumnya dia mengatakan kondisi ibu saya membaik," kata Aya.
"Kami berharap ibu akan pulang ke rumah tepat dengan ulang tahunnya pada bulan April karena dia dirawat di rumah sakit beberapa hari sebelum Hari Ibu dan kami akan menggabungkan kedua perayaan itu," sambung Aya.
Ibu Aya menjalani karantina di rumah sakit di distrik Helwan, selatan Kairo, Mesir, sehari sebelum kematiannya setelah dinyatakan positif terinfeksi COVID-19.
Perempuan berusia 69 tahun itu telah berada di rumah sakit swasta sejak Senin pekan itu, ketika tes pertama hasilnya negatif sebelum mengulangi tes beberapa hari kemudian.
"Terakhir kali saya bicara dengan ibu itu Selasa.. Saya selalu bersama ayah sepanjang waktu karena ia ada jadwal pasang ring jantung hari Minggu,"ujarnya.
Kata Aya, pada hari kematian ibunya tersebut, semua kegiatan ibadah ditangguhkan di seluruh negeri. Semua masjid pun diperintahkan untuk tutup. Jadi, Aya dan keluarga terpaksa untuk melakukan doa pemakaman di dalam kamar mayat rumah sakit.
Proses mengeluarkan sang ibu dari rumah sakit untuk penguburan pun membutuhkan waktu yang lama. Akhirnya, mereka baru bisa mengubur ibunya di malam hari, kenangnya.
"Sangat sedikit keluarga yang datang. Kami semua mengenakan topeng dan sarung tangan. Kakak ipar saya memegang tangan dan berbisik ke saya: 'saya ingin memelukmu tapi tidak bisa'. Ibu mertua saudara laki-laki saya hancur. Tapi tidak ada dari kami yang bisa menghibur yang lain,"urainya.