Diakuinya, ia mulai merintis usaha batik setelah anaknya, Nada bersekolah di SMK jurusan batik. Dari situ, ia yang semula berjualan sayur beralih fokus pada usaha batik.
Kini setiap hari ia memiliki pekerja tetap sekitar 10 orang, sedangkan pembatik lain yang mengerjakan di rumah bisa melibatkan hingga 30 orang. Harga batik tulisnya beragam. Ada yang seharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Semua tergantung ukuran, bahan, dan motif batik yang dikerjakan. Batik-batik itu ia jual dengan cara offline maupun online.
Sukamti, saat ini fokus membuat batik warna alam. Salah satu kelebihn batik warna alam adalah limbahnya yang ramah lingkungan. "Kalau batik warna alam, limbahnya malah bisa untuk pupuk tanaman di kebun," kata Sukamti.
Meski baru di tahun 2011 menekuni usaha batik, Sukamti mengakui kaget dengan pencapaiannya. "Hasilnya saya tidak bisa membayangkan seperti ini, memang banyak lika-liku yang saya lewati sebagai UKM. Termasuk soal modal. Dengan dikenalnya Gedangsari sebagai sentra batik warna alam, itu sangat membantu kami," kata Sukamti.
Seperti dilansir dari KR Jogja, Sukamti mengakui salah satu yang mendorong Gedangsari saat ini berkembang batik warna alamnya adalah kekompakan perajin-perajin batiknya. Meski terbagi dalam kelompok-kelompok pembatik, namun semua saling membantu.
Misalnya jika ada pemilik usaha yang kesulitan dengan banyaknya pesanan, dialihkan ke perajin lain. Begitu juga dalam hal pemasaran, tidak jarang, pengusaha batik ikut menjualkan produk perajin lain.
Untuk mencapai pada posisi ini, Sukamti sangat berterimakasih dengan Pemda DIY yang terus melakukan pendampingan melalui pelatihan maupun ajakan berpameran. Pun begitu peran swasta yang membranding daerah Gedangsari sehingga dikenal sebagai sentra batik warna alam.
(Dyah Ratna Meta Novia)