Berbagai gerakan pun dilakukan Pande. Dia pernah menggelar konser dengan harga tiket masuk berupa koin seribu rupiah. "Hasilnya, terkumpul sebanyak Rp12 juta dan saya bisa menyekolahkan empat anak," ungkap pria yang pernah bekerja sebagai staf Program Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-WFP) dalam pemulihan dampak gempa di Yogyakarta. Bulan Februari 2008 silam.
Pande juga pernah membikin gerakan satu hari tanpa alas kaki yang menghasilkan ribuan sepatu. Ada juga konser dengan harga tiket masuk bukan dengan uang, melainkan sepatu.
Local hero Melati dan Isabel Wijsen tak kalah inspiratifnya. Di usia 12 dan 10 tahun, gadis Bali yang merupakan kakak beradik ini sudah aktif memerangi sampah plastik melalui gerakan Bye Bye Plastic Bags.
Aksi Melati dan Isabel dimulai tepatnya sejak April 2013 dan membawa mereka berbicara di depan Perserikatan Bangsa-Bangsa saat World Ocean Day 2017. Gerakan itu juga mendorong Gubernur Bali menerbitkan aturan tentang larangan penggunaan tas kresek di warung, toko, pasar hingga mall, swalayan dan supermarket.
Audria Evelinn, satu lagi local hero, membagikan kisah inspiratif tentang upaya untuk memperbaiki sistem pangan dengan merekonsiliasi hubungan antara petani dan konsumen. Karyanya melibatkan pemberdayaan program pertanian berbasis masyarakat dan memberlakukan program pendidikan langsung untuk individu dan masyarakat.
Evelinn menciptakan Little Spoon Farm untuk mendukung petani lokal dalam mengadopsi praktik penanaman regeneratif. Dia juga merancang platform online untuk pesanan panen langsung. Dari kebunnya yang berlokasi di Tabanan, dia berbagi metode penanaman tanaman berkelanjutan, dan memfasilitasi hubungan antara petani lokal dan konsumen.