"Saya tidak punya biaya untuk mengobati anak saya karena mengandalkan penghasilan dari berdagang di pantai sungguh berat. Buat makan sehari-hari saja sudah repot karena warung hanya ramai kalau hari libur saja," kata Sarli, Senin (1/7/2019).
Sarli mengatakan karena berat tubuhnya semakin membesar, maka Satia sulit untuk bergerak dan tidak bisa tidur terlentang. Karena itu saat tidur Satia harus dalam posisi duduk dan punggungnya diganjal oleh bantal.
"Setiap hari hanya bisa menonton televisi, karena dia tidak bisa bermain seperti anak sebayanya. Sata khawatir kalau dibiarkan tubuhnya tambah membesar. Untuk berobat tidak punya uang makanya saya menunggu bantuan dari pemerintah," ujar Sarli.
Dia berharap pemerintah bisa secepatnya memberikan bantuan. "Berat badan anak saya setiap hari terus bertambah karena setiap hari makan bisa 6 kali dengan jumlah porsi yang besar," ungkapnya.
Dampak obesitas pada anak
Obesitas saat ini sudah menjadi endemik, di negara maju maupun berkembang. Kadang-kadang obesitas dimulai sejak masa kanak-kanak.
Pola asuh yang salah sehingga anak hanya mendapatkan asupan gizi tinggi kaloti (gula dan lemak) dan kurang aktivitas fisik menjadi penyebab obesitas dini.

Dampak jangka panjang obesitas adalah gangguan metabolisme yang dimulai sejak anak-anak. Tidak hanya meningkatkan risiko diabetes, tetapi juga penyakit kardiovaskular, jantung koroner, penyakit pernapasan seperti asma hingga sindroma kematian mendadak.
Lebih lanjut, obesitas juga bisa menimbulkan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi dan gangguan profil lemak yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK).
Obesitas juga memicu intoleransi glukosa yang merupakan awal dari diabetes melitus tipe 2. Komplikasi lain adalah sleep apnea (ganguan tidur), masalah persendian serta perlemakan hari dan batu empedu.