DESAINER muda berbakat Vielga Wennida ikut meramaikan acara fashion show bertajuk “Kondangan Peranakan Tionghoa ke-4” yang dilaksanakan di Ballroom Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis, 22 November 2018. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara kondangan ini akan menjadi acara penutup dari seluruh rangkaian acara Asperina sepanjang tahun 2018.
Kondangan Peranakan Tionghoa ke-4 sendiri dimeriahkan oleh sebuah pertunjukkan bertajuk “Mozaik Budaya Peranakan Tionghoa Indonesia”. Tujuannya adalah untuk menampilkan kenakeragaman, kekayaan, dan keindahan seni budaya Indonesia yang dikemas dalam peragaan busana dari 12 desainer terkemuka Tanah Air.
Pada show kali ini ini, Vielga dipercaya untuk menampilkan koleksi busana yang terinspirasi dari batik dan kain tradisional Kalimantan. Kepada Okezone, Vielga mengatakan, konsep kebaya yang diusungnya tetap menonjolkan budaya Kalimantan yang dipadukan dengan bordir-bordir halus khas Tionghoa peranakan.
“Saya tetap menampilkan bordir halus karena itu merupakan ciri Tionghoa peranakan. Selain itu, pemilihan warnanya memang sengaja dipilih warna pastel dengan aksen bunga-bunga yang cantik. Bahannya sendiri saya memilih kain sifon yang melambai dan tipis,” ungkap pemilik Roemah Kebaya itu.

“Bahan-bahan tersebut kemudian saya mix dengan batik tulis khas Kalimantan sehingga menjadi satu kesatuan antara atasan dan bawahannya,” timpalnya.
Benar saja, saat para model melenggang di atas panggung, 5 koleksi busana Vielga berhasil memukau para tamu undangan dengan suguhan warna-warna pastel yang terlihat elegan, namun tetap chic saat dikenakan.
“Motif-motif Kalimantan sengaja kit adop dan dimasukkan ke desain busana itu sendiri. Karena saya biasanya menampilkan koleksi-koleksi kebaya, untuk acara ini saya mencoba sesuatu yang sedikit berbeda yakni, menampilkan kebaya encim yang lebih ke outter dan ready to wear. Jadi bisa dipakai ke pesta dan acara-acara kasual,” jelasnya.
Lebih lanjut, Vielga mengatakan, persiapan yang ia lakukan memakan waktu selama kurang lebih tiga bulan. Dimulai dari mempelajari secara mendetail budaya-budaya khas Khalimantan, lalu ia coba terapkan pada sebuah desain sebelum akhirnya di-mix dengan nuansa Tionghoa peranakan.
Sehingga secara keseluruhan, kombinasi budaya Kalimantan dan Tionghoa peranakan dapat melebur menjadi satu dan menciptakan koleksi couter ethnik yang menarik.
“Saya berkolaborasi dengan pengrajin batik dari Kalimantan. Saya meminta mereka mendesain batik tulis yang sesuai dengan konsep Roemah kebaya. Mereka membuatkannya, lalu saya satukan dengan kebaya encim. Untuk cuttingannya, saya sengaja meluncurkan koleksi yang bisa dipadu padankan dengan kain formal seperti kain tenun, batik, atau bawahan panjang. Tapi kalau yang memakainnya anak muda, jadi terlihat lebih kasual,” tegasnya.

Vielga tidak memungkiri, bahwa selama proses produksi ia juga menemukan sejumlah tantangan, terutama dalam memadukan warna pastel yang menjadi ciri khas Tionghoa peranakan dengan warna-warna bold khas Kalimantan.
“Ini seperti akulturasi budaya antara Tionghoa peranakan dan Kalimantan. Jadi bagaimana caranya memaduka dua warna itu untuk menonjolkan sisi peranakan dan Kalimantannya. Saya juga harus menampilkan ciri khas Roemah Kebaya yang identik dengan warna-warna cerah,” tukasnya.
Selain Vielga Wennida, 11 desainer papan atas Indonesia juga turut memamerkan koleksi mereka dalam acara Kondangan Peranakan Tionghoa 2018. Mulai dari Poppy Dharsono, Batik Sidamukti by Widhi Budimulia, Jeanny Ang, Ghea Panggabean, Boyonz Ilyas, Afif Syakur, Itang Yunasz, Siki Purnomo, Samuel Wattimena, Eko Chandra, dan Hengky Kawilarang.
(Renny Sundayani)