Sayangnya, menurut Luthfi, dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta JKN masih mengalami disparitas. Seharusnya hal ini tidak boleh mereka alami, karena haknya harus disamakan.
Sangat perlu dilakukan evaluasi sistem rujukan dan rujuk balik. Dari data yang ada, jumlah kunjungan ke faskes di tahun 2016, sebesar 192,9 juta pasien. Namun 30% di antaranya kunjungan ke faskes tingkat lanjutan (FKTL) dan 87% adalah rawat inap.
Di sisi lain, jumlah fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan masih relatif kurang, dibandingkan dengan jumlah peserta BPJS Kesehatan atau penduduk Indonesia. Jumlah FKTP saat ini baru 21.468 dan FKTL 2.496.
“Disparitas antar kota cukup tinggi, contoh terjadinya antrean panjang pasien JKN dan lamanya waktu tunggu untuk pemeriksaan laboratorium," bebernya.
Belum lagi saat pasien mendapatkan tindakan pengobatan lanjutan. Hal ini membuktikan kurangnya faskes dan tenaga kesehatan, khususnya di daerah Indonesia Timur. Pemerintah harus terus menggenjot pembangunan fasilitas kesehatan yang layak dan berguna bagi masyarakat.
(Helmi Ade Saputra)