JIKA membahas benteng-benteng di Indonesia, tak lengkap rasanya jika tak mengulik kisah Benteng Keraton Buton yang berada di Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Mengapa demikian?
Berdasarkan data yang dihimpun Okezone, Kamis (16/3/2017), benteng ini di tahun 2006 lalu mendapatkan gelar sebagai benteng terbesar di Indonesia dan juga di dunia. Di mana sertifikat tersebut diberikan Museum Rekor Indonesia (MURI), dan Guiness Book Of Record dengan luas 23 hektar.
Jika melihat catatan sejarah, bangunan benteng Keraton Buton sudah didirikan sejak abad 16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji dengan gelar Sultan Kaimuddin tahun 1951-1956. Awal mula benteng ini didirikan arsitek bangunan hanya terdiri dari batu-batu yang disusun mengelilingi istana.
Kemudian di masa pemerintahan Sultan Buton IV bernama La Elangi atau disebut Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng tumpukan batu itu dibuat menjadi permanen dan sangat kokoh. Sebab, sejak adanya bangunan, selama empat abad kawasan istana Kesultanan Buton dapat terlindungi dari ancaman penjajah. Bahkan kegagahannya bisa terlihat hingga saat ini.
Di dalam bangunan benteng ada tiga wilayah pertahanan. Pertama di ruangan Badili Sunting atau Meriam. Di sini Anda bisa melihat meriam kuno yang menjadi senjata Kesultanan Buton sejak zaman Portugis hingga Belanda. Begitu kokoh, dan abadi monumennya.
Lalu, bagian kedua ada di Lawa Sunting atau Pintu Gerbang. Lawa sendiri berfungsi sebagai pintu penghubung keraton dengan desa di sekeliling benteng. Ada 12 lawa yang bisa ditemukan ketika keliling benteng. Menurut kepercayaan warga Buton, angka 12 lawa atau pintu tersebut punya nama yang berdasarkan dengan fungsi-fungsinya.
Di antaranya ada lawana rakia, lawana lanto, lawana labunta, lawana kampebuni, lawana waborobo, lawana dete, lawana kalau, lawana wajo/bariya, lawana burukene/tanailandu, lawana melai/baau, lawana lantongau dan lawana gundu-gundu. Lawana terdiri dari Lawa dan imbuhan Na, yang menjadi nama awalan dari setiap gerbang.