Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Musim Hujan, Ulat Jati Diburu Jadi Santapan Lezat

Musim Hujan, Ulat Jati Diburu Jadi Santapan Lezat
Ungkrung atau ulat jati jadi santapan (Foto:Jibi)
A
A
A

SERANGGA diprediksi jadi kuliner yang makin favorit di 2016. Penikmat ulat dan kepompong ulat jati pun semakin memburunya di musim penghujan saat ini.

Pada Minggu, 3 Januari 2015, sebanyak delapan orang masih bertahan di salah satu sisi hutan jati di Tawarsari, Wonosari. Mereka hanya menggunakan pakaian kaos biasa, dan ada juga yang bertopi atau berkerudung.

Sagiman, salah satu dari mereka, terlihat sedang ‘mengutak-atik’ tanah dengan menggunakan batang kecil, menyingkirkan dedaunan jati berguguran dan kerikil dari sejumlah titik, sembari mengangkat daun jati kering. Gerakan selanjutnya, mereka langsung memisahkan sebuah gumpalan berwarna gelap dan mengambilnya dengan tangan. ‘Gumpalan’ itu langsung dimasukkan ke dalam plastik atau ember cat yang dibawa.

Ketika didekati, gumpalan tadi bergerak-gerak dan kemudian, ia membuka gumpalan tadi dan memperlihatkan kepada kami seekor ulat berwarna gelap, gemuk, dan berbulu. Tapi untuk gumpalan berikutnya yang nampak adalah kepompong yang berwarna coklat dan berujung agak runcing.

“Ini (sambil menunjukkan yang sudah menjadi ulat-red) ulatnya, kalau yang ini (menunjukkan kepompong) namanya ungkrung,” terang Sagiman.

Sagiman menjelaskan, ungkrung akan muncul di dedaunan jati pada awal penghujan, menjadi berkah tersendiri bagi warga Gunungkidul. Ungkrung diburu untuk dijual ke pengepul atau untuk diolah sendiri, menjadi penganan cemilan atau teman makan nasi panas.

“Kalau sudah menjadi kepompong biasanya sudah tidak ada telek-nya (kotorannya-red), jadi enak kalau dimakan. Kalau masih makan daun jati, biasanya tidak enak, karena masih ada kotorannya,” ungkap Sagiman yang berburu ungkrung dan ulat jati sejak pukul 08.00 WIB.

Sagiman biasanya berburu ungkrung di Nglipar, namun di wilayahnya, ungkrung dan ulat jati sudah habis diburu oleh warga lainnya. Dalam sehari ia bisa mengumpulkan sekitar satu sampai dua kilogram binatang yang dikenal bahan kuliner ekstrem Gunungkidul itu. Kali ini ungkrung dan ulat hanya untuk dikonsumsi sendiri. Berbagai macam cara cara warga mengolahnya, ada yang direbus, digoreng hanya dibumbu garam dan bawang putih, hingga diolah dengan cara dibacem.

“Rasanya gurih enak pokoknya,” ucapnya.

Supriyadi, warga Kedungkeris, Nglipar yang juga ditemui di tempat yang sama, mengaku hari itu ia berhasil mendapatkan sekitar dua kilo ungkrung. Kalau ia menjual ulat jati, biasanya laku Rp60.000 per kilogramnya, sedangkan dalam bentuk ungkrung, akan dihargai Rp80.000 per kilogram.

(Santi Andriani)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement